Suatu hari di tahun 1970-an, seorang santri sedang bersih-bersih halaman pondok. Tiba-tiba Mbah Syam membuka jendela dan memanggilnya.
"Kang Yasir..."
"Njih dalem..."
Ia segera menuju jendela itu.
Mbah Syam mengulurkan tangannya.
"Iki ono titipan soko ibumu."
Kang Yasir kaget. Kapan Ibu datang ke pondok? Mengapa ia tidak tahu?
"Nganu... Aku wingi bar ko omahmu.", kata Mbah Syam.
Kang Yasir tambah kaget.
"Wingi aku bar ngeterke Baedlowi ke Surabaya. Mulihe mampir Ngawi, neng omahmu.", tambah Mbah Syam.
"Oh... Pripun kabare Ibu?"
"Alhamdulillah sehat kabeh. Kangmu yo sehat."
"Alhamdulillah... Matur nuwun."
"Yo... Podo-podo."
***
Sehari sebelumnya di Ngawi.
Mbah Syam menelusuri desa, mencari rumah Kang Yasir. Ia mengucapkan salam, tak ada jawaban. Ia menunggu sejenak.
Kemudian seorang Ibu agak sepuh keluar rumah dan menyapanya.
"Sinten nggih?..."
"Aku koncone Yasir. Omahku cedak nggone Yasir."
"Oalah... Monggo pinarak."
Keduanya ngobrol hangat.
Beberapa waktu kemudian, seorang laki-laki, kakak Yasir menyapa tamu asing itu. Dan ia terkejut. Segera ia menghampiri ibunya.
"Mak.... Kuwi dayohe Mbah Syam. Kiaine Kang Yasir..."
"MasyaAllah...."
Mbah Syam diminta menginap, tapi rumah itu dekat lapangan. Beberapa peleton tentara sedang berlatih di situ, gaduh sekali. Mbah Syam langsung pulang.
***
Seorang santri atau wali santri berkunjung ke kediaman kiai adalah hal yang lazim dan biasa. Tapi Kiai Syamsuri Dahlan sebaliknya. Ia biasa berkeliling untuk silaturahmi ke seluruh wali santri dan para alumninya.
Kalau rumahnya sudah didapati dan uluk salamnya tak terjawab, ia akan menunggunya. Jika agak lama tak ada jawaban, ia akan meninggalkan tulisan "Syamsuri" di selembar kertas, atau di daun pintu.
* Oleh-oleh dari haul Mbah Syam ke-38. [n]
Comments