Skip to main content

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam




Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf.

Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis.

Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel telur dan ketika sel ini tidak dibuahi, maka akan luruh dalam wujud darah menstruasi. Bagi laki-laki, testis sudah bisa memproduksi sel sperma. Biasanya, sperma akan keluar sendiri ketika, misalnya, mimpi basah.

Dari sini kita jadi mengerti ketika perempuan sudah datang bulan dan laki-laki sudah pernah mimpi basah maka ia sudah masuk dalam usia baligh. Lalu pada usia berapa seseorang lazim mencapai kedewasaan secara biologis? Dalam pandangan fikih Islam, usia haid adalah sembilan tahun kalender lunar (qamariah). Sementara bagi laki-laki ada yang menyebutkan usia 12 tahun kalender lunar. Kemudian bagaimana jika ada orang yang sudah mencapai usia 15 tahun tetapi belum menemui tanda-tanda kedewasaan secara biologis? Fikih menyebutkan bahwa orang ini secara otomatis dianggap baligh.

Dalam konteks yang lebih luas, baligh menjadi salah satu kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang mukallaf. Selain baligh, ada dua kriteria lain yang harus dipenuhi. Kedua kriteria tersebut adalah muslim dan berakal sehat. Muslim adalah kondisi di mana seseorang sudah mengikrarkan syahadat. Sedangkan berakal sehat adalah kondisi ketika akal seseorang berfungsi secara normal. Jika ketiga kriteria ini terpenuhi mulai dari muslim, berakal sehat, dan baligh, maka orang tersebut masuk dalam klasifikasi mukallaf.

Lalu apa itu mukallaf? Mukallaf adalah seseorang yang sudah mendapatkan beban (taklif) berupa syariat. Ia sudah berkewajiban menunaikan seluruh perintah dan menjauhi larangan syariat Islam. Baginya, syariat sudah berlaku, baik hukum yang bersifat taklifi (wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram) ataupun wadh’iy (mencakup sah dan batal; rukhsah dan azimah; syarat dan rukun), dan seluruh dimensi syariat. Ringkas kata, ia sudah menjadi subjek hukum yang sempurna.

Sebagai subjek hukum yang sempurna, maka mukallaf terikat dengan ketentuan syariat yang mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang dianjurkan untuk dilaksanakan dan mana yang dianjurkan untuk dijauhi. Ia juga sudah mendapatkan hak dan kewajiban secara sempurna. Setiap tindakannya sudah bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum, baik dalam konteks positif ataupun sebaliknya.

Hal ini berbeda dengan orang yang tidak lengkap syaratnya. Misalnya ada orang yang sudah dewasa secara biologis, tetapi gila. Maka orang tersebut tidak bisa melakukan seluruh transaksi perekonomian, tidak wajib menunaikan salat, dan tidak bisa dipidana ketika melanggar hukum pidana. Urusan ia dengan Allah sudah selesai. Tidak ada dosa atau pahala bagi dia. Tetapi urusan dengan sesama terkadang masih tersisa. Misalnya orang tersebut memecahkan kaca jendela tetangga, maka wali atau orangtua atau ahli warisnya yang bertanggung jawab memperbaiki kaca tersebut.



M. Nasrudin, MHBahan diskusi di PP Bintan Sa’adillah ar-Rasyid Krapyak Yogyakarta.

Comments

Popular posts from this blog

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya

Membedakan Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Kanun (Reblog)

Di kalangan masyarakat umum, ada tiga istilah dalam tradisi Islam yang seringkali dipahami secara rancu. Ketiga istilah ini adalah hukum Islam, syariah, dan fikih. Ada kalanya orang menyebut hukum Islam, tetapi yang ia maksud adalah fikih. Ada pula orang yang menggunakan istilah syariah tetapi yang ia maksud adalah fikih. Padahal ketiganya adalah entitas yang berbeda. Sementara itu, istilah keempat (kanun) jarang disebut oleh masyarakat, kecuali masyarakat Aceh. Dalam penyebutan di kalangan masyarakat Aceh, istilah ini hampir tidak dijumpai persoalan salah pemahaman. Hal ini karena istilah kanun sudah lazim digunakan sesuai dengan konteks yang benar oleh pemerintah dan masyarakat. Syariah Syariah dalam pengertian bahasa adalah jalan setapak, jalan tempat air mengalir, atau jalan menuju mata air. Dalam tradisi kajian Islam, syariat adalah sekumpulan garis besar ajaran Islam yang mengatur peri kehidupan seorang muslim. Karena ia adalah garis besar, maka syariat ini memua...

Kondisi Darurat dalam Tayamum

Tayamum dalam fikih dikenal sebagai salah satu alternatif dalam bersuci. Ia menjadi ganti bagi mandi dan wudhu dalam kondisi tidak ada air atau ketika ada halangan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan air. Tayamum memanfaatkan debu sebagai media bersuci sebagai ganti dari air. Penggunaan debu ini adalah kekhususan yang diberikan kepada syariat Nabi Muhammad saw. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah fungsi dasar tayamum sebetulnya tidak bisa digunakan untuk mensucikan diri dari hadats (kecil). Setelah bertayamum sekalipun, status seseorang masih dalam kondisi hadats. Posisi tayamum hanyalah sebagai media untuk mendapatkan dispensasi sehingga seseorang bisa menjalankan ibadah yang mensyaratkan status suci dari hadats besar dan/atau kecil, semisal salat, tawaf, menyentuh mushaf, sujud tilawah, dan sebangsanya. Sebagai alternatif yang berisifat darurat, maka kondisi darurat harus benar-benar terwujud sebelum seseorang bertayamum. Bahkan dalam kondisi tidak a...

Zakat Fitrah

Fitrah berasal dr kata fathara فطر. Kata ini juga menjadi asal bagi kata ifthar افطار. Kata yang terakhir ini bermakna berbuka setelah puasa. Kata fathara فطر juga menjadi akar bagi kata Idulfitri. Id adalah Hari Raya. Fitrhi adalah makan-makan. Idulfitri adalah hari raya makan-makan setelah sebulan penuh berpuasa. Nah...  Dari sinilah kita jadi mengerti bahwa zakat fitrah dan idulfitri terkait dengan makan-makan atau berbuka selepas puasa. Sebab itulah, mazhab Syafii menyatakan bahwa zakat fitrah harus dalam wujud bahan makanan pokok setempat قوت البلد. Kalau di kampung tsb bahan makanan pokoknya beras, ya beras. Kalau gandum, ya gandum. Kalau sagu, ya sagu. Kalau di satu kampung ada dua bahan makanan pokok, misalnya jagung dan sagu, maka ambil makanan yang paling populer. Kalau sama-sama populer, boleh memilih di antara keduanya. Mengapa harus bahan makanan pokok?  Salah satunya agar zakat bisa langsung digunakan untuk ifthar (berbuka/dimakan) pada hari raya Idul...

Gaul Iya, Paham Islam Juga

"Ma...ma...af, sa...ya...nggak tahu, Pak" Jawaban grogi seperti itulah barangkali yang kamu berikan kala ditanya gurumu: Apakah zakat itu? Gimana menyalurkannya? Mengapa kita musti beribadah? Apa sajakah ibadah itu? Dan seterusnya. Dan sebagainya. Ataukah dengan pedenya kamu tetep ngejawab atas ketidaktahuanmu? Janganlah yaw! Malu-maluin... Pertanyaannya kemudian, kenapa kita tidak tahu, padahal kita mengaku muslim sejati? Hayo... Kenapa? Mungkin, di antara kamu ada yang ngejawab, "Nggak ada waktu untuk belajar agama." Atau, "Mata pelajaran agama di sekolah ngebosenin, monoton, dan gurunya killer abis". Boleh jadi yang disampaikan di sekolah atau pengajian saat bicara agama pasti mengarah ke surga atau neraka. Iya, kalau kita punya tabungan banyak ibadah karena ngerti caranya, kita bisa pegang tiket ke surga. Lha kalau kita banyak dosa? Atau, kita tidak shalat misalnya dengan alasan aneh: karena tidak bisa. Apa tidak repot? Belum lagi jika belajar a...