Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2016

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel

Mengapa Media Bersuci (Taharah) adalah Air?

Sebetulnya media bersuci tidak hanya air. Fikih Islam mengenal banyak media bersuci lain, misalnya debu, batu atau segala benda padat, proses samak, atau perubahan sifat secara mutlak . Namun dari seluruh media tersebut, air memang menjadi media yang paling utama dan primer baik untuk mensucikan diri dari hadats besar (mandi besar), hadats kecil (wudhu), atau mensucikan dari najis. Mengapa air menjadi media primer? Ada beberapa alasan yang mendasarinya jika ditilik dari sifat dan fungsi air, serta tujuan dasar bersuci ( taharah ). Air seperti kita ketahui memiliki sifat melarutkan benda-benda. Kotoran bisa larut jika dibasahi air. Ketika benda najis larut ke dalam air, maka kepekatannya menjadi sangat longgar sehingga akan mudah bagi kita untuk meluruhkan najis yang menempel pada benda suci. Setelah luruh, air juga memiliki kemampuan untuk mengangkut kotoran tersebut sehingga membuat benda tersebut menjadi suci kembali. Satu lagi yang juga perlu diperhatikan adalah a

Mengapa Pipis Bayi Perempuan Harus Disiram dan Laki Cukup Diperciki?

Fikih Islam mengenal tiga klasifikasi najis berdasar tingkatan berat-ringannya. Yang paling berat adalah najis mughaladzah. Najis ini adalah seluruh bagian tubuh anjing dan babi beserta segala turunannya. Saking beratnya, cara mensucikan najis ini adalah dengan membasuhnya sampai hilang wujud, baru ditambah tujuh basuhan yang salah satunya dicampur dengan debu. Level yang paling ringan adalah najis mukhafafah . Najis ini hanya ada satu, yakni air seni bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun dan hanya mengonsumsi ASI, tak pernah mengonsumsi makanan lain sebagai asupan gizi. Najis ini cukup diperciki dan seketika langsung menjadi suci. Di level tengah ada najis mutawasithah . Ini mencakup semua najis yang tidak masuk dalam klasifikasi ringan atau berat. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh najis dengan air mengalir sampai bersih. Bagaimana dengan hukum air seni bayi perempuan? Dari penjelasan ringan di atas, hukum pipis bayi perempuan masuk ke dalam klasifikasi

Tugas Esai Kelas Fikih (24 Maret 16) (Updated)

Note!  Tanggal 31 Maret 2016 Ujian Tengah Semester (UTS). Tidak ada presentasi kelompok. UTS bisa berupa kuis berantai, ujian lisan, atau ujian tertulis. Kelas A (Submit 31 Maret 16) 1. Perbedaan antara salat berjamaah dalam salat Jumat dengan salat berjamaah selain salat Jumat. 2. Ketentuan makmum masbuq dalam salat Jumat. 3. Perempuan menjadi imam bagi makmum laki-laki. 4. Jarak antara imam dan makmum dalam salat jamaah. 5. Jarak minimal diperbolehkan qasar salat. 6. Musafir yang qasar tidak boleh bermakmum pada imam mukim, mengapa? 7. "Ahli" dalam salat Jumat ( ahliyah al-jumuah ). 8. Syarat sah khutbah Jumat. 9. Mendengarkan khutbah jumat di luar area masjid. 10. Mengqadha salat ied, apakah bisa? Kelas B (Submit 31 Maret 16) 1. Syarat sah salat qasar. 2. Syarat sah jamak taqdim. 3. Syarat sah jamak ta’khir. 4. Urutan salat dalam jamak taqdim dan ta’khir, bole

Tugas Esai Kelas Fikih (17 Maret 2016)

Kelas A Sama seperti sebelumnya. Kelas B (Submit 24 Maret 2016) 1. Berjamaah tapi beda niat antara imam dan makmum. Esai boleh memilih untuk fokus pada salah satu atau beberapa dari aspek-aspek berikut ini: Kunci dan prinsip dasar dalam salat berjamaah. Niat bagi imam dan makmum dalam salat berjamaah. Bagaimana pendapat para ulama mazhab terkait salat berjamaah tapi beda niat? Jika ada perbedaan pendapat, mengapa muncul perbedaan pendapat tersebut? Menganalisis dalil-dalilnya (naqli, aqli, waqii). Mufaraqah dari salat jamaah. Kelas C (Submit 24 Maret 2016) 1. Sujud sahwi dalam salat. 2. Perbedaan duduk iftirasy dan tawaruk. 3. Batasan mengubah niat yang bisa membatalkan salat. 4. Prosedur mengqadha salat. 5. Jika salat lupa jumlah rekaat. 6. Mengapa sunnah ab’ad dan hai-at berbeda? 7. Kiteria berbicara yang bisa membatalkan salat. 8. Kiteria “bergerak” yang bisa membatalkan salat. 9. Kriteria makan dan minum yang bisa membatalkan salat. 10. Waktu yang diharamkan untuk

Tugas Esai Kelas Fikih (10 Maret 2016)

Kelas A (Submit 18 Maret 2016)  1. Makna dan waktu salat lima waktu.  2. Jika imam dan makmum berbeda niat, bagaimana?  3. Ketentuan niat dalam salat.  4. Makna dan batasan suci pakaian dalam salat. Bagaimana jika terkena percikan air yang tak jelas suci atau tidaknya?  5. Klasifikasi salat sunnah. Apa saja dan bagaimana batasannya?  6. Ketentuan melahirkan (wiladah) yang mewajibkan mandi.  7. Makna dan ketentuan rukuk sebagai rukun salat.  8. Makna dan ketentuan tasyahud sebagai rukun salat.  9. Perbedaan antara salam pertama dan kedua dalam salat.  10. Ketentuan niat keluar dari salat sebagai rukun salat.  Alternatif:  Hukum dan ketentuan mengenakan peci dalam salat.  Kelas B (Submit 18 Maret 16)  1. Kondisi gila, epilepsi, tidur, dan lupa dalam meninggalkan salat.  2. Makna dan batasan menutup aurat dalam salat.  3. Makna dan fungsi tumakninah dalam salat.  4. Mengenakan mukena sambungan dalam salat, sah atau tidak?  5. Mengetahui w

Kondisi Darurat dalam Tayamum

Tayamum dalam fikih dikenal sebagai salah satu alternatif dalam bersuci. Ia menjadi ganti bagi mandi dan wudhu dalam kondisi tidak ada air atau ketika ada halangan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan air. Tayamum memanfaatkan debu sebagai media bersuci sebagai ganti dari air. Penggunaan debu ini adalah kekhususan yang diberikan kepada syariat Nabi Muhammad saw. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah fungsi dasar tayamum sebetulnya tidak bisa digunakan untuk mensucikan diri dari hadats (kecil). Setelah bertayamum sekalipun, status seseorang masih dalam kondisi hadats. Posisi tayamum hanyalah sebagai media untuk mendapatkan dispensasi sehingga seseorang bisa menjalankan ibadah yang mensyaratkan status suci dari hadats besar dan/atau kecil, semisal salat, tawaf, menyentuh mushaf, sujud tilawah, dan sebangsanya. Sebagai alternatif yang berisifat darurat, maka kondisi darurat harus benar-benar terwujud sebelum seseorang bertayamum. Bahkan dalam kondisi tidak a

Tutorial Publikasi Tugas Esai (Updated)

Sebelum Anda membaca posting ini, perlu saya infokan bahwa posting ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah Fikih I (Ibadah) yang saya ampu, tidak untuk orang lain. Seluruh mahasiswa diharuskan mengikuti tutorial di bawah ini dari nomor 1 sampai 21 dengan pengecualian tertentu.  Mahasiswa yang mendapatkan nilai 90 hanya mengikuti nomor 1 sampai nomor 13, lalu ke nomor 21 dan esai revisi dikirim ke email pengampu. Ketentuan umum adalah sebagai berikut: A. PENDATAAN IDENTITAS/EMAIL MAHASISWA 1. Pastikan Anda sudah punya email dengan ekstensi @gmail.com. Jika Anda belum memilikinya, silakan ikuti panduan membuat akun gmail di sini . 2. Jika sudah punya akun @gmail, langsung isi formulir di bawah ini: Memuat... B. UNDANGAN MENULIS DI SITUS 3. Saya akan memverifikasi setiap email yang masuk dan hanya mengundang nama yang lolos verifikasi. Undangan bergabung akan saya kirim pada pukul 22.00 WIB setiap hari. 4. Jika Anda sudah kami un

Sifat Maha Mengetahui bagi Allah swt

Salah satu sifat wajib bagi Allah swt adalah maha mengetahui ( al-ilm ). Sifat ini bermakna bahwa pengetahuain Allah swt meliputi segala sesuatu tanpa kecuali dan tanpa batas. Tak ada satu hal pun yang luput dari pengetahuan dan penemuan Allah swt. Dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Allah swt mengetahui setiap desir udara, setiap daun yang gugur, bahkan seekor semut hitam kecil di atas batu hitam di tengah gurun di tengah gulita malam. Sifat maha mengetahui ini termasuk satu dari dua puluh sifat wajib bagi Allah swt. Pengertian wajib di sini bukan berarti bahwa Allah swt harus bersifat maha mengetahui dan jika tidak maha mengetahui kemudian Allah swt berdosa. Tidak demikian. Wajib di sini tidak dalam kerangka hukum syar’iy melainkan berada dalam koridor hukum aqly . Artinya, wajib di sini dikonstruk dalam pengertian rasio bahwa tidak logis jika Allah tidak maha mengetahui atas segala sesuatu. Karena jika tak maha mengetahui tak mungkin Ia bersifat maha berkehendak, maha