Skip to main content

Mengapa Pipis Bayi Perempuan Harus Disiram dan Laki Cukup Diperciki?




Fikih Islam mengenal tiga klasifikasi najis berdasar tingkatan berat-ringannya. Yang paling berat adalah najis mughaladzah. Najis ini adalah seluruh bagian tubuh anjing dan babi beserta segala turunannya. Saking beratnya, cara mensucikan najis ini adalah dengan membasuhnya sampai hilang wujud, baru ditambah tujuh basuhan yang salah satunya dicampur dengan debu.

Level yang paling ringan adalah najis mukhafafah. Najis ini hanya ada satu, yakni air seni bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun dan hanya mengonsumsi ASI, tak pernah mengonsumsi makanan lain sebagai asupan gizi. Najis ini cukup diperciki dan seketika langsung menjadi suci. Di level tengah ada najis mutawasithah. Ini mencakup semua najis yang tidak masuk dalam klasifikasi ringan atau berat. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh najis dengan air mengalir sampai bersih.

Bagaimana dengan hukum air seni bayi perempuan? Dari penjelasan ringan di atas, hukum pipis bayi perempuan masuk ke dalam klasifikasi najis mutawasithah, meskipun ia di bawah dua tahun dan hanya mengonsumsi ASI. Maka cara mensucikannya adalah dengan membasuh, tidak cukup dengan sekadar memercikkan air di atasnya. Lalu mengapa ada perbedaan semacam itu? Tulisan ringan ini mencoba menjelaskannya dengan perspektif fikih dan analisis sosial.

1.       Bersuci adalah urusan ibadah mahdhah
Bersuci (taharah) dalam pandangan fikih Syafiiah diklasifikasikan ke dalam bagian ibadah mahdhah (ibadah murni). Artinya apa? Dalam taharah, urusan ubudiah lebih kental ketimbang sekadar bersih-bersih dari kotoran. Pasalnya adalah tidak semua benda yang kotor dihukumi najis oleh syariah, misalnya lumpur. Tambah pula, tidak semua benda yang menjijikkan dihukumi najis oleh syariah, misalnya sperma dan ingus.

Singkatnya, ketentuan najis atau tidak, semuanya bersumber dari syariat. Demikian halnya dengan prosedur pensuciannya. Semua bergantung pada apa kata syariat. Dari sini kita jadi mafhum bahwa di kalangan mazhab Syafii, mensucikan najis mughaladzah harus dengan debu, tidak bisa diganti dengan sabun atau antiseptik lain. Mensucikan najis mukhafafah pun cukup dengan diperciki air, tak perlu mengalirkan air padanya. Karena Rasul menyuruh dan mempraktikkan yang seperti itu.

2.       Penciptaan Adam dan Hawa
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri, seorang syaikh Universitas Al-Azhar abad ke-19, dalam kitab monumentalnya Hasyiyah Al-Bajuri ala Ibn Qasim jilid pertama menjelaskan bahwa laki-laki (baca: Adam) tercipta dari benda yang suci, yakni air dan debu. Sebab itu, prosedur pensucian urine bayi laki-laki menjadi lebih ringan.

Kemudian, pemuka mazhab Syafii dari Provinsi Manufiyah Mesir tersebut menambahkan, perempuan (baca: Hawa) tercipta dari tulang rusuk Adam. Kita tahu, tulang rusuk meskipun ia merupakan benda suci, tetapi tak bisa lepas dari darah yang oleh syariat dihukumi najis. Kedekatannya dengan najis ini menyebabkan urin bayi perempuan menanggung prosedur pensucian yang setingkat lebih berat.

3.       Proses Baligh
Syeikh Ibrahim memberikan tambahan lagi. Laki-laki menjadi dewasa atau balig ditandai dengan mimpi basah atau keluarnya sperma. Dalam pandangan syariah, sperma dihukumi suci. Sementara itu, tanda perempuan menjadi adalah menstruasi atau darah. Dalam pandangan syariat, darah dihukumi najis. Karena tanda kedewasaan laki-laki adalah benda yang suci, maka air seni bayinya lebih ringan dibanding perempuan yang tanda balignya berupa benda najis.

4.       Sifat Air Seni yang Berbeda
Satu hal lagi yang juga harus diperhatikan adalah sifat urin bayi perempuan biasanya lebih pekat dan berbau dibandingkan dengan urin bayi laki-laki. Mungkin pendapat Syeikh Ibrahim ini bisa diperdebatkan karena menjadikan asumsi sebagai landasan hukum. Tetapi sebatas yang saya tahu. Saya pernah punya bayi laki-laki juga bayi perempuan. Air seni mereka memang berbeda.Yang pertama tidak terlalu pekat sementara yang kedua lebih pekat dan lebih beraroma.

Benda yang lebih pekat menyebabkan prosedur pensucian yang setingkat lebih berat ketimbang yang lebih ringan. Bagaimana dengan bayi Anda?

5.       Kelaziman Bangsa Arab
Di kalangan masyarakat Arab, posisi laki-laki setingkat di atas perempuan. Laki-laki dianggap sebagai penerus nasab dan penjaga kehormatan klan. Sebab itulah, kelahiran bayi laki-laki selalu disambut dengan suka cita seluruh anggota klan, tidak hanya anggota keluarga batih. Saking senangnya mereka, mereka akan berebut untuk menggendong bayi laki-laki, menyanyikannya dengan syair perjuangan, dan menimangnya dengan harapan masa depan.

Dalam kondisi semacam ini, kata Syeikh Ibrahim, terkena pipis bayi adalah hal yang sulit untuk dihindari. Jika misalnya pipis bayi laki-laki harus disucikan dengan membasuh maka hal tersebut akan menyebabkan kerepotan. Berbeda dengan bayi perempuan yang tidak begitu digandrungi bangsa Arab, sehingga potensi terkena pipis bayi perempuan relatif lebih kecil, sehingga prosedur pembasuhan tidak begitu merepotkan.

Tentu ini pendapat yang relevan dengan konteks bangsa Arab. Lalu bagaimana dengan bangsa di luar Arab? Sejauh pengamatan, jumlah suku bangsa yang patrilineal cum patriarkhi lebih banyak dibanding suku bangsa matrilineal cum matriarkhi. Jika poin kelima ini dijadikan fondasi dasar dalam penentuan hukum pipis bayi, tentu akan memancing diskusi yang ramai dan wajah fikih akan makin beragam.

Namun demikian, dalam pandangan fikih Syafiiah, poin pertama jauh lebih dominan dibanding poin-poin setelahnya yang seolah hanya dijadikan sebagai stempel saja.


Bagaimana menurut Anda?

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya

Media Bersuci dalam Fikih (1)

Bersuci dalam fikih membutuhkan media yang digunakan sebagai alat untuk bersih-bersih. Media di sini adalah alat yang oleh syariat diberi status sebagai alat bersuci. Lagi-lagi kata kuncinya adalah status yang diberikan oleh syariat. Sehingga tidak mesti benda yang digunakan untuk bersuci adalah benda yang benar-benar bersih jika dilihat menggunakan kaca mata non-syariat. Ada lima media yang bisa digunakan untuk bersuci. Lima media tersebut adalah air, debu, batu, proses penyamakan, dan proses arak menjadi cuka. Masing-masing memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kelimanya juga memiliki peruntukan yang khusus dalam bersuci. Air digunakan untuk berwudhu, mandi, dan istinja. Debu untuk tayamum sebagai ganti mandi atau wudhu. Batu untuk beristinja saja. Proses penyamakan untuk menyamak kulit bangkai. Proses menjadi cuka untuk arak. Air untuk Bersuci Air Mutlak. Air adalah media primer yang bisa digunakan untuk nyaris semua proses bersuci, baik bersuci dari hadats

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Mengulik Rahasia Ramadhan: Tiga Derajat Kualitas Puasa

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin membongkar beberapa rahasia puasa di Bulan Ramadhan. Salah satunya adalah tentang derajat kualitas puasa. Al-Ghazali menjelaskan bahwa kualitas puasa kita bisa diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan. Pertama, puasa umum. Yakni, menjaga perut dan kemaluan dari pemenuhan atas syahwatnya. Menjaga perut artinya tidak makan dan minum. Menjaga kemaluan tentu saja dari aktivitas seksual. Hal ini dilakukan dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Puasa jenis pertama ini adalah kualitas umum atau standar minimum. Ketika seorang muslim mampu menunaikan puasa dengan baik dan menjaga dari segala hal yang membatalkan puasa, maka ia sudah memenuhi puasa grade standar ini. Kedua, puasa khusus. Kualitas puasa jenis ini lebih istimewa. Puasa jenis ini dilakukan dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan segala anggota badan dari dosa dan maksiat. Kita tahu bahwa seluruh anggota tubuh tersebut seringkali melakukan

Sosiologi vs Antropologi: Titik Temu dan Titik Pisah

Sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji manusia sebagai makhluk hidup yang berkembang dinamis.  Yang membedakan adalah bahwa sosiologi lebih fokus pada relasi dan interaksi antar manusia.  Sedangkan antropologi lebih fokus pada manusia sebagai makhluk yang bernalar dengan akal budinya dan mengembangkan kecerdasannya untuk menyelesaikan problem-problem faktual yang dihadapinya.  Oleh karena berfokus pada relasi dan interaksi yang dinamis, maka sosiologi akan fokus pada pola-pola interaksi dengan karakter khususnya.  Nah, pola-pola inilah yang kemudian dicari kecenderungannya.  Kecenderungan-kecenderungan dan pola-pola ini akan di- generate menjadi teori-teori sosiologi. Teori ini bermanfaat untuk menjelaskan fenomena yang senada di tempat-tempat lain. Oleh karena itu, sosiologi cenderung melihat fenomena interaksi sebagai sebuah keajegan .  Jika ditemukan defiasi atau pola yang berbeda, maka akan di- generate menjadi teori baru. Sementara itu, antropologi fokus pada manusia dan ind

Ringkasan Hasil-hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang

بسم الله الرحمن الرحيم A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH 1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan. Pertanyaan: 1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? 2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut? 3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? Jawaban: 1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut: Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh). Sebaliknya,