Skip to main content

Belajar dari Isra' Miraj

PERCAYA atau ingkar. Hanya ada dua pilihan yang tersedia kala Muhammad SAW berniat mempublikasikan perjalanan jauhnya malam itu. Umm Hani" Hindun, puteri Abu Thalib melarang Muhammad SAW bercerita hal itu kepada siapa pun. Karena, perjalanan itu melampaui batas kecepatan roda transportasi abad ke-7 bahkan hingga kini.

Banyak sahabat berpaling. Banyak pula yang bertahan. Abu Bakar sempat beroleh predikat ash-Shiddiq (yang percaya) lantaran percaya 100 persen dengan cerita Muhammad SAW. Bagi umat Islam, ini adalah ujian keimanan. Publik terbelah menjadi dua sisi diametral, berhadaphadapan.

Quraysh Shihab dalam "Membumikan Alquran" menambahkan, cara paling aman menghadapi Isra Miraj adalah dengan mengimaninya begitu saja. Di tanah air, ada tradisi mempeingati Isra Miraj yang biasanya berwujud pengajian yang tahun ini bertepatan dengan 30 Juli.

Peristiwa menggemparkan ini terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum Muhamad SAW hijrah ke Yatsrib. Pada masa ini, Muhamad SAW sedang mengalami problem pelik. Di satu sisi, ia dihadapkan dengan kondisi kaumnya yang kian tak ramah. Penindasan dan pengejaran terus dilakukan, bahkan kepada sahabat yang hijrah ke Abesinia.

Di sisi lain, kondisi psikis Muhammad SAW sedang down berat. Istri dan paman yang selama ini habis- habisan membantu telah tiada. Praktis, tiada lagi yang bisa memback-up perjuangan Muhammad. Ia kini sendiri. Dalam catatan Ibn Hisyam " Sirah Nabawi ", Muhammad sempat dikeluarkan dari perlindungan Bani Hasyim (Fuad, 2005: 294).

Boikot ekonomi baru saja berakhir saat piagam itu dimakan rayap di dinding Kakbah dan dirobek. Husein Haikal dalam Hayat Muhammad menuturkan, Muhammad tengah mencari suaka ke beberapa klan kerabat di Thaif, daerah perbukitan berudara sejuk, utara Makkah. Ia gagal. Bahkan diusir, dilempari batu laiknya orang gila.

Memahami
Umat Islam percaya peristiwa Isra Miraj tersebut. Hanya saja, di antara mereka ada perbedaan bagaimana Muhammad menjalani lakon tersebut, apakah dalam kondisi sadar, atau sekadar mimpi? Mereka yang sepakat Muhammad sadar, masih berselisih, apakah perjalanan itu secara fisik ataukah hanya sebatas visi (rohnya saja).

Belakangan, Agus Mustofa dalam buku " Terpesona " di Sidratul Muntaha menggunakan teori nuklir untuk menjelaskan ayat dan hadits yang berkaitan dengan Isra Miraj. Menurutnya, fisik Muhammad diubah menjadi energi (badan cahaya) untuk ditransfer ke Masjidil Aqsha, reruntuhan bekas kuil Sulaiman AS. Sesampainya di sana, Muhammad diubah kembali menjadi tubuh materi.

Sama halnya, tatkala Muhammad naik ke Sidratul Muntaha. Fisik materi Muhammad diubah menjadi energi agar bisa mencapai kecepatan yang melampaui kecepatan cahaya dan sampai ke Sidratul Muntaha, suatu tempat yang teramat tinggi, yang Jibril tak kuasa bisa sampai di sini.

Perdebatan yang bergulir selama ini masih berkisar bagaimana memahami Isra Miraj. Itu bagi mereka (masih) mau berusaha memahami dan meng-otak-atik teks. Selebihnya, umat Islam Nusantara kebanyakan lebih asyik dengan peringatan (tepatnya, perayaan) Isra Miraj dengan pengajian yang cukup gegap gempita.

Pengajian itu baik. Hanya, sebagian besar pengajian hanya sekadar mengulang sejarah dan content yang sama dari tahun ke tahun. Bagaimana Muhamad yang menginap di kediaman keponakannya itu "diculik" Jibril. Lalu, ia dibawa pergi ke Masjidil Aqsha, lalu ke Sidratul Muntaha oleh binatang Buraq. Lantas, cerita persaksian Muhammad dari satu tempat ke tempat lain, dari langit pertama sampai ketujuh.

Selepas itu, yang sering didengungkan adalah bahwa Muhammad SAW membawa "oleh-oleh" perintah salat lima waktu. Di dalamnya terselip cerita unik tawar-menawar antara Muhammad SAW dengan Tuhan. Mulanya, Tuhan memerintahkan salat 50 kali (waktu) sehari. Perintah ini diprotes Musa AS yang menilai umat Muhammad SAW tidak sanggup menjalaninya.

Muhammad SAW diminta untuk mohon diskon kepada Tuhan. Ada diskon 5 waktu. Masih kurang, minta lagi. Tawar-menawar ini terus berulang hingga sampai pada salat 5 kali sehari. Konon, Muhammad SA masih diminta oleh Musa AS untuk minta diskon lagi, tapi ia terlanjur malu.

Salat kemudian dipandang sebagai satu-satunya ibadah yang diperintahkan secara langsung oleh Tuhan kepada Muhammad SAW. Berbeda dengan ibadah lain yang melalui perantara Jibril AS. Salat juga dipandang sebagai amal yang kali pertama dihisab pasca-kematian. Itulah yang hampir selalu disampaikan dalam ceramah Isra Miraj. Dan kita begitu saja menerima informasi tersebut.

Bertanyalah
Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat "mendobrak" amat jarang dilontarkan berkait persoalan ini. Jawaban- jawaban bernada pasrah, laiknya "atas kuasa dan izin Allah", "hanya Allah yang tahu", dst. tampaknya membelenggu nalar umat dalam usaha memahami dan mengambil manfaat dari peristiwa heroik ini.

Tiada yang salah saat kita mengajukan pertanyaan, bagaimana bisa, Muhammad SAW mencapai kecepatan cahaya? Apakah benar perintah salat diberikan saat Muhammad Miraj? Apakah benar, Muhammad SAW menawar perintah salat dari Tuhan? Bukankah dengan demikian menunjukan sikap tidak patuh dan bernada protes Muhammad SAW kepada Tuhan? Kalau memang benar Muhamad SAW menawar salat dari 50 menjadi 5, bolehkah kita melanjutkan tawar-menawar tersebut dengan berbagai pertimbangan? Nyatanya, dari pertanyaan pertama, bila kita mau berusaha mencari jawabnya, akan banyak hal yang bisa kita peroleh. Semisal, jawaban yang ditemukan Agus Mustofa dengan pendekatan teknik nuklir. Dan kita terkejut. Selayaknya, informasi ini dikembangkan untuk kita ambil manfaatnya, tidak hanya sekadar terbengong.

Selama ini, tampaknya kita sengaja menunda pengetahuan dengan ketakutan, mistik, dan mitologi. Kita takut membaca dan mempertanyakan teks-teks yang terlanjur dibakukan dalam korpus keagamaan karena dianggap dosa dan bisa kualat. Justru sebaliknya, dengan mempertanyakan, kita bakal mendapat pengetahuan yang lebih luas.

Sama halnya tatkala Ir Sahrour membaca teks-teks agama ( nash ) dengan pendekatan teknik sipilnya. Ia mendapatkan keindahan tekstur dan sitruktur bahasa Alquran serta nilainilai dalam Alquran.

Pertanyaan kedua di atas membawa Imam Jafar Shadiq untuk melacak hadits yang meriwayatkan kisah tawar- menawar salat. Hasilnya, hadist itu merupakan Hadits Ahad. Hanya ada satu rawi (periwayat) dalam setiap thabaqat (strata generasi). Maka, cerita tawar-menawar itu lemah, tidak berdasar, dan boleh diabaikan.

Dalam catatan, Muhammad SAW telah salat semenjak masa awal kenabian. Ia biasa salat berjamah bareng Khadijah RA dan Ali KW muda. Sedang pelaksanaan salat 5 waktu, menurut Jawad Mughni dan Abdullah Yusuf Ali, sudah tercantum dalam QS 11:114. Ayat ini turun pada awal periode Makkah, sebelum Isra Miraj.

Kalaupun hadits tawar-menawar itu tidak sahih, kita masih boleh mempertimbangkannya, sepanjang dalam koridor fadhil a"mal (keutamaan ibadah). Sekarang, dapatkah kita melanjutkan tawar-menawar tadi? Kalau tidak diperkenankan, mengapa hadits tersebut terus saja digaungkan dalam hampir setiap pengajian Isra Miraj?

Membuka ruang
Dari sini, kita bisa tahu, bahwa bertanya justru bisa mengasah kreativitas dan memancing hadirnya pengetahuan baru yang bermanfaat. Dalam agama, kita memang harus mengembangkan ruang-ruang bertanya. Mistik dan mitos yang membelengu harus ditanggalkan.

Membiarkan nalar bermain adalah tindakan yang paling bijak, ketimbang mempersempit ruang geraknya dalam dua sisi diametral yang kaku: percaya atau tidak, iman atau kafir. Dua hal itu ada pada wilayah irfani (intuituf). Sedang nalar, adalah ruang untuk bereksperimentasi dengan logika dan postulat-postulat.

Dengan demikian, nalar benarbenar akan membawa pengetahuan dan kesejaheraan umat Islam kian berkembang. Semoga. Allahu a"lam.


Source: Wawasan Sabtu, 12 Juli 2008

Comments

Unknown said…
bukan kah hadist tawar menawar itu hadist shahih muslim?

check deh...

so...saat hadist itu bernuansa negatif sedang dia shahih...

what should we do
>?
Unknown said…
Sepanjang pencarian, penulis tidak menemukan hadits tawar-menawar tersebut pada 9 kompilasi hadits. (kutubut-tis'ah).

Kalau Anda berkenan menunjukkan, penulis akan sangat berterima kasih karena sedikit demi sedikit teka-teki hadits itu akan terkuak.

Sepanjang pengetahuan penulis, hadits itu dhaif. Imam Ja'far shadiq mengakui ini. terima kasih
Nasrudin.

Popular posts from this blog

Rahasia Sukses Menjadi Imam Tarawih

Seiring banyaknya masjid yang membatasi salat tarawih, jumlah Imam Tarawih di rumah-rumah bisa dipastikan meledak, termasuk Anda barangkali. Heuheuheu.... Nah, setelah berjalan dua malam, baru terasa kan, bahwa menjadi imam tarawih itu tidak mudah. Namun demikian, ada dua hal yang bisa dilakukan agar beban menjadi imam tarawih menjadi ringan, bahkan lenyap. Apa itu? Pertama, mundur. Haha... Tapi sayangnya ini bukan opsi yang nirkonsekuensi. Apalagi jika Anda adalah menantu dan makmum adalah keluarga besar mertua. Heuheuheu... Kedua, ya maju terus. Jika dilakukan secara terus-menerus insyallah akan terasa ringan. Prinsipnya begini. Imam itu adalah pelayan bagi makmum. Maka Anda harus mengerti siapa saja makmumnya dan apa yang mereka inginkan. Itu kunci utamanya. Biasanya sih, mayoritas makmum lebih suka versi imam ekspres. Maka pilih bacaan yang pendek asal tartil. Bacaan surat pendek tapi tuntas lebih baik daripada surat panjang tapi cuma sepenggal-sepenggal, kecuali Anda mau mengkh

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel

Apa Saja yang Membatalkan Puasa?

Sebagaimana dibahas pada tulisan sebelumnya, bahwa rukunpuasa ada dua: niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai terbit fajar shadiq sampai terbenam matahari. Pertanyaannya sekarang apa saja yang bisa membatalkan puasa? Sebagian besar kita pasti akan menjawab: makan dan minum. Jawaban ini tentu saja benar. Namun demikian, makan dan minum hanyalah sebagian kecil dari frame besar perkara yang membatalkan puasa. Apa frame besarnya? Masuknya segala benda ke dalam tubuh melalui lubang yang bersifat menerus ke dalam tubuh. Ini yang pertama . Puasa menjadi batal, baik masuknya benda tersebut terjadi lantaran upaya sendiri atau upaya dari pihak lain asal seizin orang yang berpuasa tersebut. Hal ini berbeda ketika dalam kondisi ia dipaksa oleh orang lain. Maka puasanya tidak batal. Kriteria benda yang bisa membatalkan puasa adalah segala benda yang bisa diindera, lebih-lebih memiliki rasa. Udara yang kita hirup untuk bernafas tidak membatalkan puasa

Khutbah Idul Fitri 1437 H: Menginsafi Dua Fitrah Manusia

===   الخُطْبَةُ الأُولَى   === اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وللهِ الحمدُ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ،   وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ،   اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .     أَمَّا بَعْدُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْ

Aswaja: Dari Mazhab Menuju Manhaj

Aswaja: Sebuah Penelusuran Historis Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh, yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr b