Awal November lalu saya diundang Fakultas Ushuludin, Adab, dan Humaniora UIN KHAS Jember.
Ini adalah kali kedua saya silaturahmi ke
UIN Jember. Di tahun 2018 lalu, saya pernah nyaris 10 hari menginap di IAIN Jember.
Waktu itu mendampingi
adik-adik ikut lomba sidang semu di Fakultas Syariah.
Kali ini bukan
untuk sidang semu, tapi untuk sharing tentang bagaimana submit artikel di
jurnal terindeks Scopus. Tema yang sedang in dalam beberapa tahun terakhir.
Scopus memang menjadi magnet tersendiri.
Saya diundang oleh
Koordinator pengelola jurnal di Fakultas Ushuludin, Mas Fathoni. Ia kawan baik
sejak zaman mahasiswa, saat sama-sama aktif di pers mahasiswa. Saya di LPM
Justisia IAIN Walisongo. Fathoni di LPM Poros UAD Yogyakarta. Dan kita aktif di
PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia).
* * *
Oke, kembali ke soal FGD.
Di forum ini ada dua hal penting yang saya bahas.
Pertama, bagaimana cara memilih jurnal bereputasi yang pas untuk artikel kita.
Kedua, bagaimana cara menembus jurnal terindeks global
bereputasi, setidaknya lolos di tangan editor.
Untuk tema menyiapkan naskah yang ramah di hadapan reviewer, ada Mas Habibi yang membahasnya. Alumni SOAS London ini reviewer di banyak jurnal.
* * *
Begini. Memilih jurnal yang akan kita sasar itu penting.
Hal ini karena 46.704 jurnal terindeks Scopus dan 33.000 jurnal terindeks WoS punya fokus dan cakupan yang sangat spesifik. Artinya, artikel kita harus sesuai dengan fokus dan sekup jurnal.
Jurnal Q1 dan Q2 menerima submission sekira 50-100 naskah/semester bahkan bisa lebih. Sementara kapasitasnya hanya bisa menerbitkan 7-10 artikel per nomor. Itu artinya, 70-93% artikel ditolak. Dan penolakan itu mayoritas dilakukan oleh editor di tahap awal (desk rejection).
Namun demikian, fakta kerasnya adalah bahwa penolakan tidak mesti karena naskahnya jelek. Ada satu naskah saya yang ditolak oleh 6 jurnal terindeks Scopus dari Q1-Q3. Eh, akhirnya diterbitkan di jurnal Q1.
Sebab itu, penting untuk memilih jurnal yang tepat, setidaknya untuk mencegah desk rejection (ditolak di awal, pre-review). Karena kalau ditolak di awal, kita capek menunggu dan tidak mendapatkan masukan apa pun.
Kalau sudah masuk review,
meskipun akhirnya ditolak, kita bisa mendapatkan masukan berharga untuk artikel
kita.
Kemudian, jurnal yang tepat akan menjamin relevansi sehingga bisa sampai ke audiens yang tepat dan sekaligus membangun kredibilitas karena kita publish di jurnal bereputasi.
Yang
tak kalah penting, agar kita bisa terhindar dari jurnal predator. Ngeri. hehe..
Nah, di forum ini
saya ceritakan empat langkah memilih jurnal yang tepat, menentukan indeksasi,
hingga trik-trik menghindari trik jurnal predator.
* * *
Pada sesi kedua, saya bercerita tentang bagaimana menyiapkan naskah agar dilirik editor.
Hal ini penting sekali karena editor adalah penjaga gerbang (gatekeepers) yang memastikan kualitas, relevansi, dan integritas jurnal.
Fakta kerasnya, penolakan sering terjadi karena ketidakcocokan
(mismatch), bukan hanya kualitas.
Lalu bagaimana caranya?
Ada 4 pilar strategi agar lolos tahap pre-review. Mulai dari
kesesuaian, kontribusi, dan relevansi. Lanjut struktur dan template artikel.
Kemudian kebersihan teknis dan integritas data. Agar editor nyaman membaca
naskah kita.
* * *
Dan terakhir, di sesi ketiga, kita melakukan self-asesment terhadap beberapa jurnal baru yang akan bersiap untuk submit ke Sinta. Kemarin, jurnal yang kita jadikan sampel bedah adalah Indonesian Journal of History and Islamic Civilization (IJHIC).
Dari hasil bedah jurnal tadi, ada banyak PR yang harus dilakukan pengelola agar mencapai target indeksasi di tahun depan.
Semoga bisa
mengejar target. Amin…

Comments