بسم الله الرØمن الرØيم
A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH
1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan.Pertanyaan:
1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif?
2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut?
3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji?
Jawaban:
1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen).
Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut:
Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh).
Sebaliknya, jika ia menduga kuat tidak akan mampu untuk merealisasikannya maka hukumnya haram (tidak boleh).
2) Apabila janji-janji tersebut sesuai dengan tugasnya dan tidak menyalahi prosedur maka wajib ditepati.
3) Pemimpin yang tidak menepati janji harus diingatkan, meskipun selama menjadi pemimpin yang sah, ia harus tetap ditaati.
1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif?
2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut?
3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji?
Jawaban:
1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen).
Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut:
Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh).
Sebaliknya, jika ia menduga kuat tidak akan mampu untuk merealisasikannya maka hukumnya haram (tidak boleh).
2) Apabila janji-janji tersebut sesuai dengan tugasnya dan tidak menyalahi prosedur maka wajib ditepati.
3) Pemimpin yang tidak menepati janji harus diingatkan, meskipun selama menjadi pemimpin yang sah, ia harus tetap ditaati.
2. Hukum Asuransi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum setoran BPJS ke bank konvensional?
2) Apakah konsep Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS sesuai dengan syariah Islam?
3) Bolehkah pemerintah mewajibkan keikutsertaan rakyat pada program BPJS?
4) Apakah boleh pemerintah menetapkan denda kepada peserta atas keterlambatan pembayaran iuran yang disepakati?
5) Bagaimana hukum investasi dana yang dilakukan oleh BPJS di berbagai sektor?
Jawaban:
1) Selama ini dana BPJS disetorkan ke bank konvensional. Dalam hal ini, diketahui bahwa keputusan Muktamar NU sebelum ini menyatakan bahwa bank konvensional itu hukumnya khilaf: halal, mubah dan syubhat. Sehingga sebaiknya setoran BPJS disetorkan melalui bank syari’ah.
2) BPJS sesuai dengan syari’at Islam, dan masuk dalam akad ta’awun.
3) Pemerintah boleh mewajibkan kepada semua warga negara mengikuti program BPJS, dengan catatan, bagi yang miskin, biayanya ditanggung oleh pemerintah.
4) Boleh bagi yang mampu membayar.
5) Pada dasarnya investasi diperbolehkan demi memenuhi kebutuhan dana kesehatan, namun jika investasi pada sektor yang jelas haramnya atau masih diragukan kehalalannya maka hukumnya haram.
1) Bagaimana hukum setoran BPJS ke bank konvensional?
2) Apakah konsep Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS sesuai dengan syariah Islam?
3) Bolehkah pemerintah mewajibkan keikutsertaan rakyat pada program BPJS?
4) Apakah boleh pemerintah menetapkan denda kepada peserta atas keterlambatan pembayaran iuran yang disepakati?
5) Bagaimana hukum investasi dana yang dilakukan oleh BPJS di berbagai sektor?
Jawaban:
1) Selama ini dana BPJS disetorkan ke bank konvensional. Dalam hal ini, diketahui bahwa keputusan Muktamar NU sebelum ini menyatakan bahwa bank konvensional itu hukumnya khilaf: halal, mubah dan syubhat. Sehingga sebaiknya setoran BPJS disetorkan melalui bank syari’ah.
2) BPJS sesuai dengan syari’at Islam, dan masuk dalam akad ta’awun.
3) Pemerintah boleh mewajibkan kepada semua warga negara mengikuti program BPJS, dengan catatan, bagi yang miskin, biayanya ditanggung oleh pemerintah.
4) Boleh bagi yang mampu membayar.
5) Pada dasarnya investasi diperbolehkan demi memenuhi kebutuhan dana kesehatan, namun jika investasi pada sektor yang jelas haramnya atau masih diragukan kehalalannya maka hukumnya haram.
3. Pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar hukum.Pertanyaan:
1) Apakah hukum membakar dan menenggelamkan kapal asing yang tertangkap telah melanggar hukum di wilayah NKRI?
2) Bagaimana jika penenggelaman dan pembakaran kapal tersebut diganti dengan bentuk hukuman yang lain?
Jawaban:
1) Hukum membakar dan menenggelamkan kapal asing yang tertangkap telah melanggar hukum di wilayah NKRI, apabila dipandang mashlahah maka hukumnya mubah (boleh) dalam rangka untuk menjaga kedaulatan NKRI.
2) Penenggelaman dan pembakaran kapal asing yang telah melanggar hukum negara RI dan jelas-jelas menurunkan harkat-martabat bangsa Indonesia bisa dikategorikan sebagai ta’zir. Dan ta’zir tersebut bisa diganti dengan hukuman lain sepanjang memiliki mashlahah ‘ammah.
4. Pemakzulan (pemberhentian) pemimpin.Pertanyaan:
1) Apa sebab-sebab pemimpin boleh diberhentikan?
2) Jika seorang pemimpin telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia bisa diberhentikan, bagaimana proses tahapan pemberhentiannya?
Jawaban:
1) Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada penyebab yang menjadikan pemimpin dapat diberhentikan kecuali jika ia nyata-nyata melanggar konstitusi.
2) Apabila telah terbukti bersalah dan ditetapkan secara hukum, maka pemimpin boleh dimakzulkan dengan cara:
a. Direkomendasikan untuk mengundurkan diri
b. Apabila tidak mau mengundurkan diri dan tidak mau bertaubat, maka ia bisa dimakzulkan dengan aturan yang konstitusional selama tidak menimbulkan madlarrat yang lebih besar.
Apabila pemimpin telah terbukti dan ditetapkan secara hukum melakukan hal-hal yang menyebabkannya dapat diberhentikan, maka proses tahapan pemberhentiannya sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
1) Apa sebab-sebab pemimpin boleh diberhentikan?
2) Jika seorang pemimpin telah melakukan hal-hal yang menyebabkan ia bisa diberhentikan, bagaimana proses tahapan pemberhentiannya?
Jawaban:
1) Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada penyebab yang menjadikan pemimpin dapat diberhentikan kecuali jika ia nyata-nyata melanggar konstitusi.
2) Apabila telah terbukti bersalah dan ditetapkan secara hukum, maka pemimpin boleh dimakzulkan dengan cara:
a. Direkomendasikan untuk mengundurkan diri
b. Apabila tidak mau mengundurkan diri dan tidak mau bertaubat, maka ia bisa dimakzulkan dengan aturan yang konstitusional selama tidak menimbulkan madlarrat yang lebih besar.
Apabila pemimpin telah terbukti dan ditetapkan secara hukum melakukan hal-hal yang menyebabkannya dapat diberhentikan, maka proses tahapan pemberhentiannya sesuai dengan konstitusi yang berlaku.
5. Advokat dalam tinjauan Fiqh.Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya? Misalnya, dalam perkara perdata, di mana pelaku yang memiliki KTP atau sertifikat tanah yang secara bukti formal benar, akan tetapi sejatinya salah.
2) Apa hukum honor advokat yang membela klien yang terduga salah, seperti kasus korupsi atau narkoba?
Jawaban:
1) Hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya adalah haram. Karena beberapa alasan, di antaranya; menghalangi pihak lain untuk mendapatkan haknya, terdapat unsur manipulasi, atau membantu kedzaliman.
2) Pada dasarnya honor advokat adalah halal. Adapun jika advokat tersebut dalam rangka membela klien yang terduga salah, maka hukumnya diperinci (tafshil), sebagai berikut:
Apabila ia yakin atau punya dugaan kuat bahwa upayanya adalah untuk menegakkan keadilan maka hukum honornya halal.
Dan apabila ia yakin atau punya dugaan bahwa upayanya untuk melawan keadilan maka hukumnya haram.
1) Bagaimana hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya? Misalnya, dalam perkara perdata, di mana pelaku yang memiliki KTP atau sertifikat tanah yang secara bukti formal benar, akan tetapi sejatinya salah.
2) Apa hukum honor advokat yang membela klien yang terduga salah, seperti kasus korupsi atau narkoba?
Jawaban:
1) Hukum seorang advokat yang menggunakan segala cara demi memenangkan kliennya adalah haram. Karena beberapa alasan, di antaranya; menghalangi pihak lain untuk mendapatkan haknya, terdapat unsur manipulasi, atau membantu kedzaliman.
2) Pada dasarnya honor advokat adalah halal. Adapun jika advokat tersebut dalam rangka membela klien yang terduga salah, maka hukumnya diperinci (tafshil), sebagai berikut:
Apabila ia yakin atau punya dugaan kuat bahwa upayanya adalah untuk menegakkan keadilan maka hukum honornya halal.
Dan apabila ia yakin atau punya dugaan bahwa upayanya untuk melawan keadilan maka hukumnya haram.
6. Eksploitasi alam secara berlebihan.Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum melakukan eksploitasi kekayaan alam secara legal, tetapi membahayakan lingkungan?
2) Bagaimana hukum aparat pemerintah terkait yang memberikan ijin penambangan yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi?
3) Bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang melihat perusakan alam akibat penambangan?
Jawaban:
1) Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih besar maka hukumnya adalah haram.
2) Pemberian izin eksploitasi oleh aparat pemerintah yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika disengaja.
3) Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi munkar sesuai kemampuannya.
1) Bagaimana hukum melakukan eksploitasi kekayaan alam secara legal, tetapi membahayakan lingkungan?
2) Bagaimana hukum aparat pemerintah terkait yang memberikan ijin penambangan yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi?
3) Bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang melihat perusakan alam akibat penambangan?
Jawaban:
1) Eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih besar maka hukumnya adalah haram.
2) Pemberian izin eksploitasi oleh aparat pemerintah yang berdampak pada kerusakan alam yang tidak bisa diperbaiki lagi maka hukumnya haram jika disengaja.
3) Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi munkar sesuai kemampuannya.
7. Hukum alih fungsi lahan.Pertanyaan:
1) Bagaimana hukum mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik, sehingga menyebabkan penurunan produktifitas masyarakat dan berkurangnya hasil produksi pangan?
2) Bagaimana hukumnya membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur?
3) Dalam kasus lain, bagaimana jika pihak investor menelantarkan tanah negara sampai bertahun-bertahun, kemudian ditempati warga sampai turun temurun. Dalam kasus ini, siapakah yang lebih berhak atas lahan tersebut, warga yang menguasai tanah tersebut, atau pihak pemodal yang secara legal memiliki surat resminya?
Jawaban:
1) Mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik yang diyakini berdampak madlarrah ‘ammah pada perekonomian maka hukumnya haram.
2) Membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan menjadi infrastruktur hukumnya adalah boleh. Hanya saja, kalau hal itu diyakini akan menimbulkan madlarrah ‘ammah maka pemerintah wajib melarangnya.
3) Yang berhak atas tanah tersebut adalah negara. Karenanya, negara atau pemerintah memiliki kewenangan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak yang dipandang lebih berhak berdasarkan kemaslahatan. Dengan catatan, pemerintah memberikan batasan tentang penerlantaran yang didasarkan pada prinsip kemaslahatan menurut Imam Abu Hanifah.
1) Bagaimana hukum mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik, sehingga menyebabkan penurunan produktifitas masyarakat dan berkurangnya hasil produksi pangan?
2) Bagaimana hukumnya membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur?
3) Dalam kasus lain, bagaimana jika pihak investor menelantarkan tanah negara sampai bertahun-bertahun, kemudian ditempati warga sampai turun temurun. Dalam kasus ini, siapakah yang lebih berhak atas lahan tersebut, warga yang menguasai tanah tersebut, atau pihak pemodal yang secara legal memiliki surat resminya?
Jawaban:
1) Mengalihfungsikan lahan produktif, seperti lahan pertanian atau ladang menjadi perumahan, perkantoran atau pabrik yang diyakini berdampak madlarrah ‘ammah pada perekonomian maka hukumnya haram.
2) Membeli lahan produktif untuk dialihfungsikan menjadi infrastruktur hukumnya adalah boleh. Hanya saja, kalau hal itu diyakini akan menimbulkan madlarrah ‘ammah maka pemerintah wajib melarangnya.
3) Yang berhak atas tanah tersebut adalah negara. Karenanya, negara atau pemerintah memiliki kewenangan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak yang dipandang lebih berhak berdasarkan kemaslahatan. Dengan catatan, pemerintah memberikan batasan tentang penerlantaran yang didasarkan pada prinsip kemaslahatan menurut Imam Abu Hanifah.
B. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH MAUDLU’IYYAH
1. Metode Istinbath HukumTersedianya metode istinbath hukum dan yang siap pakai adalah niscaya. Ini karena menurut Nahdlatul Ulama dimungkinkan bermunculannya kasus-kasus Fiqh baru yang tidak ditemukan jawabannya melalui ibarotun-nushus, baik dalam bentuk qawl maupun wajah. Untuk menangani kasus-kasus Fiqh tersebut, melalui Munas Nahdlatul Ulama di Lampung tahun 1992, NU sudah membuat prosedur bahwa “dalam hal ketika suatu masalah/kasus belum dipecahkan dalam kitab, maka masalah/kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul-masa`il bi nazha’iriha yang dilakukan secara jama’i. Ilhaq dilakukan dengan mempertimbangkan mulhaq, mulhaq bih, oleh mulhiq yang ahli. Namun, jika kasus tersebut tak bisa dipecahkan dengan prosedur ilhaq, maka NU memutuskan, “dalam hal ketika tak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak ada mulhaq bih sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan instinbath secara jama’i.
Pertanyaan: bagaimana istinbath jama’i dengan mempraktekkan qawa’id ushuliyyah itu diselenggarakan di lingkungan Nahdhatul Ulama?
Jawaban: Dengan tetap mengacu pada kitab-kitab Ushul Fiqh, maka dalam penyelenggaraan instinbath jama’i tersebut, NU membuat metode sederhana, yaitu bahwa istinbath al-ahkam itu dibagi menjadi dua:
pertama, istinbath min al-nushush, ditempuh dengan menggunakan metode bayani, yaitu dengan meneliti asbab al-nuzul, dan melakukan analisa al-tahlil al-lafzhi, al-tahlil al-ma’nawy, bahkan al-tahlil ad-dalali. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka Nahdlatul Ulama harus dimungkinkan untuk melakukan qiyas dengan standar-standar yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab Ushul Fiqh.
dan yang kedua adalah istinbath min ghayr al-nushush, yang dilakukan dengan cara memperhatikan maqashid al-syari’ah. Dalam konteks maqashid al-syari’ah inilah beberapa hal mesti diperhatikan, yaitu istihsan, mashlahah mursalah, ‘urf, syad al-dzari’ah, termasuk juga istishhab, sejauh itu tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang qath’i, dengan prinsip-prinsip pokok di dalam nushush al-syari’ah.
Pertanyaan: bagaimana istinbath jama’i dengan mempraktekkan qawa’id ushuliyyah itu diselenggarakan di lingkungan Nahdhatul Ulama?
Jawaban: Dengan tetap mengacu pada kitab-kitab Ushul Fiqh, maka dalam penyelenggaraan instinbath jama’i tersebut, NU membuat metode sederhana, yaitu bahwa istinbath al-ahkam itu dibagi menjadi dua:
pertama, istinbath min al-nushush, ditempuh dengan menggunakan metode bayani, yaitu dengan meneliti asbab al-nuzul, dan melakukan analisa al-tahlil al-lafzhi, al-tahlil al-ma’nawy, bahkan al-tahlil ad-dalali. Apabila hal tersebut tidak tercapai, maka Nahdlatul Ulama harus dimungkinkan untuk melakukan qiyas dengan standar-standar yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab Ushul Fiqh.
dan yang kedua adalah istinbath min ghayr al-nushush, yang dilakukan dengan cara memperhatikan maqashid al-syari’ah. Dalam konteks maqashid al-syari’ah inilah beberapa hal mesti diperhatikan, yaitu istihsan, mashlahah mursalah, ‘urf, syad al-dzari’ah, termasuk juga istishhab, sejauh itu tidak bertentangan dengan ayat-ayat yang qath’i, dengan prinsip-prinsip pokok di dalam nushush al-syari’ah.
2. Khasha`ish Ahlis-Sunnah wal-Jama’ahKetetapan tentang Khasha`ish Ahlis Sunnah wal Jama’ah al-Nahdliyah merupakan kelanjutan dari keputusan sebelumnya, yang memutuskan Khiththah Nahdliyah, kemudian Fikrah Nahdliyah. Tapi penting untuk diingat bahwa membahas Khasha’ish Ahlis Sunnah wal Jama’ah bukan membahas mengenai ta’rif Ahlus Sunnah wal Jama’ah akan tetapi yang dibicarakan adalah karakteristik yang membedakan antara Ahlus Sunnah wal Jama’ah al-Nahdliyah dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang lain. Ini penting dikatakan karena tidak seluruh apa yang ada di dalam Ahlus Sunnah wal Jama’ah al-Nahdliyah itu berbeda secara diametral dengan ormas-ormas keislaman lain yang mendukung Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sama.
Khasha`ish Ahlis Sunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah harus didasarkan kepada konsep moderatisme (wasathiyah), yang hal itu harus menjelma di dalam seluruh khasha`ish yang ada, baik berupa khasha`ish yang terkait dengan ijtima’iyyah tsaqafiyyah, siyasiyah, iqtishadiyyah, dan khashaish yang terkait dengan min haisul ibadah. Di dalam merumuskan Khasha`ish Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini Komisi Bahtsul Masa`il Maudlu’iyah tetap bertumpu kepada al-Qur’an, Hadits, aqwal ulama yang tersebar di dalam al-kutb al-qadimah al-mu’tabarah, yang karenanya tidak perlu dikhawatirkan untuk merujuk kepada kitab-kitab lain yang berada di luar lingkungan al-kutb al-qadimah al-mu’tabarah.
Khasha`ish Ahlis Sunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah harus didasarkan kepada konsep moderatisme (wasathiyah), yang hal itu harus menjelma di dalam seluruh khasha`ish yang ada, baik berupa khasha`ish yang terkait dengan ijtima’iyyah tsaqafiyyah, siyasiyah, iqtishadiyyah, dan khashaish yang terkait dengan min haisul ibadah. Di dalam merumuskan Khasha`ish Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini Komisi Bahtsul Masa`il Maudlu’iyah tetap bertumpu kepada al-Qur’an, Hadits, aqwal ulama yang tersebar di dalam al-kutb al-qadimah al-mu’tabarah, yang karenanya tidak perlu dikhawatirkan untuk merujuk kepada kitab-kitab lain yang berada di luar lingkungan al-kutb al-qadimah al-mu’tabarah.
3. Hukuman mati dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM)Terkait hukuman mati dalam perspektif HAM, Komisi Bahtsul Masa`il Maudlu’iyah menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang dirumuskan oleh para ulama, berupa al-kulliyyah al-khams, yaitu hifdz al-din, hifdz al-‘aql, hifdz an-nafs, hifdz al-mal, dan hifdz al-‘irdh.
4. Hutang luar negeri. Pertanyaan:
1) Dalam situasi apa negara boleh berhutang?
2) Untuk kepentingan apa uang hasil utang bisa digunakan.
3) Apa yang perlu dilakukan agar negara bebas dari hutang?
Jawaban:
1) Negara/pemerintah pada dasarnya harus mandiri dalam menghidupi kehidupan rakyatnya. Pemerintah tidak boleh mengambil hutang kecuali dalam kondisi darurat agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan menjadi beban bagi generasi mendatang.
2) Sesuai dengan maqamnya, hutang hanya diperkenankan untuk membiayai hal-hal yang sifat mendesak (hajjiyat), dan diprioritaskan untuk pendanaan hal-hal yang berimplikasi pada hajat hidup orang banyak seperti pembangunan energi dan infrastruktur. Dana utang sama sekali tidak diperkenankan untuk membiayai pos-pos yang menguntungkan sebagian kecil rakyat, apalagi dengan cara-cara yang tidak halal.
3) Secara prinsip, negara harus berkomitmen untuk segera melunasi semua hutangnya. Postur APBN harus ditata sedemikian rupa agar pembangunan tetap berjalan, namun pada saat yang sama, hutang juga terbayar. Untuk kepentingan ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
Pertama, pada dasarnya yang wajib kita bayar adalah utang-utang pokok, bukan beban bunga. Oleh karena itu sah apabila Pemerintah RI menuntut pembebasan bunga dari negara-negara kreditor.
Kedua, Pemerintah harus secara tegas mengontrol anggaran agar tidak bocor, dan menarik kembali uang negara yang telah dijarah oleh para koruptor.
Ketiga, pemerintah sedapat mungkin melakukan efisiensi dengan menggunakan barang dan jasa dalam negeri yang dibarengi dengan kebijakan pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
Keempat, pemerintah dianjurkan untuk melakukan optimalisasi pengelolaan aset sumber daya alam dan dana penerimaan pajak...
1) Dalam situasi apa negara boleh berhutang?
2) Untuk kepentingan apa uang hasil utang bisa digunakan.
3) Apa yang perlu dilakukan agar negara bebas dari hutang?
Jawaban:
1) Negara/pemerintah pada dasarnya harus mandiri dalam menghidupi kehidupan rakyatnya. Pemerintah tidak boleh mengambil hutang kecuali dalam kondisi darurat agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan menjadi beban bagi generasi mendatang.
2) Sesuai dengan maqamnya, hutang hanya diperkenankan untuk membiayai hal-hal yang sifat mendesak (hajjiyat), dan diprioritaskan untuk pendanaan hal-hal yang berimplikasi pada hajat hidup orang banyak seperti pembangunan energi dan infrastruktur. Dana utang sama sekali tidak diperkenankan untuk membiayai pos-pos yang menguntungkan sebagian kecil rakyat, apalagi dengan cara-cara yang tidak halal.
3) Secara prinsip, negara harus berkomitmen untuk segera melunasi semua hutangnya. Postur APBN harus ditata sedemikian rupa agar pembangunan tetap berjalan, namun pada saat yang sama, hutang juga terbayar. Untuk kepentingan ini, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
Pertama, pada dasarnya yang wajib kita bayar adalah utang-utang pokok, bukan beban bunga. Oleh karena itu sah apabila Pemerintah RI menuntut pembebasan bunga dari negara-negara kreditor.
Kedua, Pemerintah harus secara tegas mengontrol anggaran agar tidak bocor, dan menarik kembali uang negara yang telah dijarah oleh para koruptor.
Ketiga, pemerintah sedapat mungkin melakukan efisiensi dengan menggunakan barang dan jasa dalam negeri yang dibarengi dengan kebijakan pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
Keempat, pemerintah dianjurkan untuk melakukan optimalisasi pengelolaan aset sumber daya alam dan dana penerimaan pajak...
5. Pasar Bebas (Free trade)Pertanyaan:
1) Bagaimana pandangan Islam tentang pasar bebas?
2) Bagaimana keberpihakan negara kepada rakyat dan ekonomi Nasional?
3) Apa yang perlu dilakukan NU sebagai jam’iyyah?
Jawaban:
1) Pandangan Islam tentang pasar bebas: pada dasarnya setiap orang diperintahkan untuk hidup seimbang, antara dunia dan akhirat, antar ibadah dan ma’isyah, antara masjid dan pasar. Tidak berdiri secara diametral, namun berada dalam formasi keseimbangan. Pada dasarnya Islam menghendaki adanya pasar yang fair, di mana masing-masing pihak bisa melakukan transaksi secara bebas tanpa intervensi dan hegemoni dari pihak manapun. Dalam posisi pasar sempurna seperti ini negara tidak boleh melakukan intervensi pasar. Namun dalam kondisi pasar tidak sempurna, di mana pasar mengalami distorsi oleh pihak-pihak tertentu dengan jaringan modal, regulasi dan kekuatan politik yang tidak sesuai dengan mashlahat ammah maka negara wajib melakukan intervensi pasar.
2) Dalam pandangan Islam, negara harus memastikan bahwa sumber daya yang ada dikelola untuk sebesar-besarnya memberikan kemakmuran rakyat. Negara harus mendistribusikan kekayaan negara secara merata kepada seluruh rakyat sehingga tidak terjadi konsentrasi perputaran modal hanya di kalangan orang-orang kaya saja.
3) Untuk mencapai tujuan itu, negara harus berkomitmen tinggi untuk menjadi pemerintahan yang bersih, jujur, adil dan konsisten untuk memerangi segala tindakan yang menjadi virus bagi penyehatan ekonomi nasional.
Yang perlu dilakukan NU sebagai jam’iyyah adalah:
Pertama, perluasan akses warga NU terhadap sumber-sumber daya produktif, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi teknologi, inovasi teknologi serta pelayanan publik dan pasar.
Kedua, peningkatan kualitas sumber daya masyarakat NU.
Ketiga, mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja dengan meningkatkan produktifitas dan nilai tambah usaha pertanian dan pertumbuhan aktifitas ekonomi non pertanian.
Keempat, peningkatan pelayanan sosial, pendidikan kesehatan, permukiman, infrastruktur ekonomi dan lain lain.
Kelima, peningkatan partisipasi masyarakat NU dalam proses pengambilan keputusan negara.
Keenam, memanfaatan kelembagaan dan organisasi ekonomi berbasis masyarakat NU. Peningkatan koordinasi lintas bidang, baik dalam internal NU maupun dengan pihak pihak yang terkait.
1) Bagaimana pandangan Islam tentang pasar bebas?
2) Bagaimana keberpihakan negara kepada rakyat dan ekonomi Nasional?
3) Apa yang perlu dilakukan NU sebagai jam’iyyah?
Jawaban:
1) Pandangan Islam tentang pasar bebas: pada dasarnya setiap orang diperintahkan untuk hidup seimbang, antara dunia dan akhirat, antar ibadah dan ma’isyah, antara masjid dan pasar. Tidak berdiri secara diametral, namun berada dalam formasi keseimbangan. Pada dasarnya Islam menghendaki adanya pasar yang fair, di mana masing-masing pihak bisa melakukan transaksi secara bebas tanpa intervensi dan hegemoni dari pihak manapun. Dalam posisi pasar sempurna seperti ini negara tidak boleh melakukan intervensi pasar. Namun dalam kondisi pasar tidak sempurna, di mana pasar mengalami distorsi oleh pihak-pihak tertentu dengan jaringan modal, regulasi dan kekuatan politik yang tidak sesuai dengan mashlahat ammah maka negara wajib melakukan intervensi pasar.
2) Dalam pandangan Islam, negara harus memastikan bahwa sumber daya yang ada dikelola untuk sebesar-besarnya memberikan kemakmuran rakyat. Negara harus mendistribusikan kekayaan negara secara merata kepada seluruh rakyat sehingga tidak terjadi konsentrasi perputaran modal hanya di kalangan orang-orang kaya saja.
3) Untuk mencapai tujuan itu, negara harus berkomitmen tinggi untuk menjadi pemerintahan yang bersih, jujur, adil dan konsisten untuk memerangi segala tindakan yang menjadi virus bagi penyehatan ekonomi nasional.
Yang perlu dilakukan NU sebagai jam’iyyah adalah:
Pertama, perluasan akses warga NU terhadap sumber-sumber daya produktif, prasarana sosial ekonomi, permodalan, informasi teknologi, inovasi teknologi serta pelayanan publik dan pasar.
Kedua, peningkatan kualitas sumber daya masyarakat NU.
Ketiga, mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja dengan meningkatkan produktifitas dan nilai tambah usaha pertanian dan pertumbuhan aktifitas ekonomi non pertanian.
Keempat, peningkatan pelayanan sosial, pendidikan kesehatan, permukiman, infrastruktur ekonomi dan lain lain.
Kelima, peningkatan partisipasi masyarakat NU dalam proses pengambilan keputusan negara.
Keenam, memanfaatan kelembagaan dan organisasi ekonomi berbasis masyarakat NU. Peningkatan koordinasi lintas bidang, baik dalam internal NU maupun dengan pihak pihak yang terkait.
C. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH QANUNIYYAH
Komisi Bahtsul Masa`il Qanuniyah berusaha mencermati 3 hal:
1. Tata perundang-undangan yang telah ada, namun dipandang masih kurang memenuhi hajat warga NU, umat Islam dan warga bangsa Indonesia.
2. Belum ada undang-undang yang mengatur masalah itu, sehingga diusulkan agar ada undang-undang dimaksud
3. Melihat undang-undang, yang dalam implementasinya kurang tepat.
1. Tata perundang-undangan yang telah ada, namun dipandang masih kurang memenuhi hajat warga NU, umat Islam dan warga bangsa Indonesia.
2. Belum ada undang-undang yang mengatur masalah itu, sehingga diusulkan agar ada undang-undang dimaksud
3. Melihat undang-undang, yang dalam implementasinya kurang tepat.
Terdapat 7 permasalahan yang dibahas dalam komisi ini:
1. Perlunya RUU perlindungan umat beragama, yang mengatur lalu lintas hubungan antar umat beragama atau undang-undang kerukunan beragama.
2. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, yaitu perlunya perbaikan Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007. Komisi berpendapat bahwa frasa “berhak mendapat” dalam Pasal 4 Ayat 2, agar diganti dengan kalimat “wajib mengikuti”, sehingga berbunyi: “Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur jenjang pendidikan wajib mengikuti pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.”
3. Penyelenggaraan PEMILU kepala daerah yang murah dan berkualitas. Komisi memberikan rekomendasi:
a. Penataan jadwal PEMILU menjadi PEMILU Nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPD, dan PEMILU Daerah untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah dan anggota DPRD.
b. Pembiayaan penyelenggaraan PEMILU untuk semua jenis PEMILU, baik nasional maupun daerah, dibebankan kepada APBN.
c. PILKADA yang serentak dilaksanakan tahun 2015 merupakan peristiwa politik kepemilihan pertama di tanah air yang bertujuan untuk mengefisienkan penyelenggaraan PILKADA yang selama ini berlangsung secara sporadis dan berbiaya besar serta menimbulkan kejenuhan politik di kalangan masyarakat. Tujuan untuk mencapai efisiensi tersebut adalah jangan sampai mengorbankan prinsip dan asas PEMILU itu sendiri, yaitu jujur, adil, lansung, umum, bebas, dan rahasia.
4. Pengelolaan sumber daya alam semata mata adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Sebagai wujud kepedulian NU terhadap keberlangsungan dan kelestarian alam untuk menopang kehidupan umat manusia di masa mendatang, maka NU menyimpulkan dan membuat catatan rekomendasi:
a. Melakukan moratorium terhadap semua izin perusahaan berskala besar di bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pesisir serta meninjau ulang kebijakan dan izin yang terbit dalam pemerintah dan peraturan daerah dalam bidang sumber daya alam.
b. Menghentikan segala bentuk pengamanan konflik yang disebabkan oleh persoalan sumber daya alam dengan cara kekerasan dan mengutamakan proses dengan cara dialogis.
c. membentuk lembaga khusus yang berfungsi menyelesaikan konflik agraria yang memiliki wewenang untuk membuat rekomendasi untuk ditandatangani pemerintah.
5. Memperpendek masa tunggu calon jamaah haji dan pengelolaan keuangan haji.
Sebagai bentuk komitmen NU terhadap perbaikan pasal ibadah haji dan pemberian kesempatan pada umat Islam yang belum berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka Muktamar NU menyampaikan catatan rekomendasi sebagai berikut:
a. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama diharapkan untuk terus-menerus mencari solusi dan merumuskan kebijakan yang bisa memperpendek atau waiting list bagi calon jamaah haji yang belum pernah menunaikan ibadah haji. NU akan mendukung kebijakan yang memperketat seleksi calon jamaah haji, termasuk melakukan pembatasan kesempatan beribadah haji bagi umat Islam yang sudah lebih dari satu kali menunaikan ibadah haji sesuai database Kementerian Agama RI dan memperketat syarat istitha’ah dari segi kesehatan.
b. NU meminta kepada pemerintah agar benar-benar menerapkan prinsip kehati-hatian, kejujuran, keterbukaan dan profesionalitas dalam merekrut calon anggota yang akan duduk di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan dalam penggunaan dana haji.
c. NU berpandangan perlunya pemerintah segera membuat peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan keuangan haji sebagai turunan dari undang undang pengelolaan haji tahun 2015 dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan Menteri Agama dan lainnya, yang memuat tentang sistem pengelolaan keuangan haji, baik dari aspek kelembagaan, manajemen pengelolaan dan pemanfaatannya yang mengulas keadilan kemanfaatan dan akuntabel. Peraturan-peraturan tersebut harus memperhatikan aspek yang telah disebutkan dalam ketentuan-ketentuan Fiqh.
6. Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan pencatatan nikah bagi TKI beragama Islam di luar negeri.
Dalam rangka usaha NU dalam perbaikan nasib kaum pekerja/TKI di luar negeri maka Muktamar NU ke-33 menyimpulkan dan membuat catatan rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan perubahan Undang-undang no 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri untuk lebih memperkuat pemberian perlindungan kepada TKI di luar negeri termasuk dalam bentuk pelayanan pencatatan perkawinan bagi TKI di luar negeri.
b. Perlu dibuat regulasi atau kebijakan dalam penugasan petugas pencatat atau PPN yang memiliki kualifikasi dan kompeten yang baik untuk melaksanakan pelayanan pencatatan nikah di kantor perwakilan RI. Dalam kerangka ini juga diharapkan pemerintaha bisa membentuk atase agama di kantor perwakilan RI terutama di negara negara kantong tenaga kerja Indonesia, seperti Malaysia, Saudi Arabia, Hong kong dan lainnya.
7. Perbaikan pengelolaan BPJS Kesehatan.
Untuk memperbaiki pengelolaan program BPJS dan mencegah terjadinya praktek-praktek yang bisa merugikan hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, muktamar NU membuat catatan sebagai berikut:
a. Pemerintah perlu secara serius memperhatikan program-program BPJS di lapangan termasuk pengawasan dan mencermati faktor-faktor yang menjadi penyebab kurang lancarnya program-program BPJS selama ini, diikuti dengan pembuatan kebijakan yang tepat untuk menjamin terlaksananya program BPJS dengan baik.
b. Muktamar NU mengusulkan agar pemerintah memberikan alternatif penyelenggara perorangan BPJS dengan prinsip dan ketentuan syar’i dalam segala aspek dan mewujudkan adanya kepastian dan landasan hukum pengelolaan program BPJS secara syar’i dengan melibatkan ulama dan pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang-bidang ini.
1. Perlunya RUU perlindungan umat beragama, yang mengatur lalu lintas hubungan antar umat beragama atau undang-undang kerukunan beragama.
2. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, yaitu perlunya perbaikan Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007. Komisi berpendapat bahwa frasa “berhak mendapat” dalam Pasal 4 Ayat 2, agar diganti dengan kalimat “wajib mengikuti”, sehingga berbunyi: “Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur jenjang pendidikan wajib mengikuti pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama.”
3. Penyelenggaraan PEMILU kepala daerah yang murah dan berkualitas. Komisi memberikan rekomendasi:
a. Penataan jadwal PEMILU menjadi PEMILU Nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPD, dan PEMILU Daerah untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah dan anggota DPRD.
b. Pembiayaan penyelenggaraan PEMILU untuk semua jenis PEMILU, baik nasional maupun daerah, dibebankan kepada APBN.
c. PILKADA yang serentak dilaksanakan tahun 2015 merupakan peristiwa politik kepemilihan pertama di tanah air yang bertujuan untuk mengefisienkan penyelenggaraan PILKADA yang selama ini berlangsung secara sporadis dan berbiaya besar serta menimbulkan kejenuhan politik di kalangan masyarakat. Tujuan untuk mencapai efisiensi tersebut adalah jangan sampai mengorbankan prinsip dan asas PEMILU itu sendiri, yaitu jujur, adil, lansung, umum, bebas, dan rahasia.
4. Pengelolaan sumber daya alam semata mata adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Sebagai wujud kepedulian NU terhadap keberlangsungan dan kelestarian alam untuk menopang kehidupan umat manusia di masa mendatang, maka NU menyimpulkan dan membuat catatan rekomendasi:
a. Melakukan moratorium terhadap semua izin perusahaan berskala besar di bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pesisir serta meninjau ulang kebijakan dan izin yang terbit dalam pemerintah dan peraturan daerah dalam bidang sumber daya alam.
b. Menghentikan segala bentuk pengamanan konflik yang disebabkan oleh persoalan sumber daya alam dengan cara kekerasan dan mengutamakan proses dengan cara dialogis.
c. membentuk lembaga khusus yang berfungsi menyelesaikan konflik agraria yang memiliki wewenang untuk membuat rekomendasi untuk ditandatangani pemerintah.
5. Memperpendek masa tunggu calon jamaah haji dan pengelolaan keuangan haji.
Sebagai bentuk komitmen NU terhadap perbaikan pasal ibadah haji dan pemberian kesempatan pada umat Islam yang belum berkesempatan untuk menunaikan ibadah haji, maka Muktamar NU menyampaikan catatan rekomendasi sebagai berikut:
a. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama diharapkan untuk terus-menerus mencari solusi dan merumuskan kebijakan yang bisa memperpendek atau waiting list bagi calon jamaah haji yang belum pernah menunaikan ibadah haji. NU akan mendukung kebijakan yang memperketat seleksi calon jamaah haji, termasuk melakukan pembatasan kesempatan beribadah haji bagi umat Islam yang sudah lebih dari satu kali menunaikan ibadah haji sesuai database Kementerian Agama RI dan memperketat syarat istitha’ah dari segi kesehatan.
b. NU meminta kepada pemerintah agar benar-benar menerapkan prinsip kehati-hatian, kejujuran, keterbukaan dan profesionalitas dalam merekrut calon anggota yang akan duduk di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan dalam penggunaan dana haji.
c. NU berpandangan perlunya pemerintah segera membuat peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan keuangan haji sebagai turunan dari undang undang pengelolaan haji tahun 2015 dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan Menteri Agama dan lainnya, yang memuat tentang sistem pengelolaan keuangan haji, baik dari aspek kelembagaan, manajemen pengelolaan dan pemanfaatannya yang mengulas keadilan kemanfaatan dan akuntabel. Peraturan-peraturan tersebut harus memperhatikan aspek yang telah disebutkan dalam ketentuan-ketentuan Fiqh.
6. Perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan pencatatan nikah bagi TKI beragama Islam di luar negeri.
Dalam rangka usaha NU dalam perbaikan nasib kaum pekerja/TKI di luar negeri maka Muktamar NU ke-33 menyimpulkan dan membuat catatan rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah sebagai berikut:
a. Perlu dilakukan perubahan Undang-undang no 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri untuk lebih memperkuat pemberian perlindungan kepada TKI di luar negeri termasuk dalam bentuk pelayanan pencatatan perkawinan bagi TKI di luar negeri.
b. Perlu dibuat regulasi atau kebijakan dalam penugasan petugas pencatat atau PPN yang memiliki kualifikasi dan kompeten yang baik untuk melaksanakan pelayanan pencatatan nikah di kantor perwakilan RI. Dalam kerangka ini juga diharapkan pemerintaha bisa membentuk atase agama di kantor perwakilan RI terutama di negara negara kantong tenaga kerja Indonesia, seperti Malaysia, Saudi Arabia, Hong kong dan lainnya.
7. Perbaikan pengelolaan BPJS Kesehatan.
Untuk memperbaiki pengelolaan program BPJS dan mencegah terjadinya praktek-praktek yang bisa merugikan hak-hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, muktamar NU membuat catatan sebagai berikut:
a. Pemerintah perlu secara serius memperhatikan program-program BPJS di lapangan termasuk pengawasan dan mencermati faktor-faktor yang menjadi penyebab kurang lancarnya program-program BPJS selama ini, diikuti dengan pembuatan kebijakan yang tepat untuk menjamin terlaksananya program BPJS dengan baik.
b. Muktamar NU mengusulkan agar pemerintah memberikan alternatif penyelenggara perorangan BPJS dengan prinsip dan ketentuan syar’i dalam segala aspek dan mewujudkan adanya kepastian dan landasan hukum pengelolaan program BPJS secara syar’i dengan melibatkan ulama dan pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang-bidang ini.
D. KOMISI ORGANISASI
Beberapa perubahan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) NU hasil Komisi Organisasi:
1. Penambahan huruf latin “N” dan “U” pada logo resmi tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”.
2. Tidak ada lagi Lajnah (kepanitiaan yang menangani kegiatan khusus dan spesifik) di kepengurusan yang akan datang. Guna lebih memperkuat dan mendayagunakan posisinya, Lajnah akan berubah menjadi Lembaga.
3. Badan Otonom:
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) akan menjadi salah satu badan otonom (BANOM) yang menaungi mahasiswa Nahdlatul Ulama.
Maksimal umur ketua/pengurus Ansor dan Fatayat adalah 40 tahun; PMII adalah 30 tahun; IPNU-IPPNU adalah 27 tahun.
4. SK Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) akan disahkan oleh Pengurus Cabang (PC), bukan lagi oleh Pengurus Wilayah (PW). Sementara SK PC tetap akan disahkan oleh Pengurus Besar (PB), setelah mendapatkan rekomendasi dari PW.
5. Pemilihan Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah:
Rais Syuriah di semua tingkat kepengurusan akan dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat oleh formatur yang disebut ahlul-halli wal-‘aqdi.
Kriteria ulama/kiai anggota ahlul halli wal-‘aqdi adalah beraqidah ahlus-sunnah wal-jama’ah al-nahdliyyah, bersikap adil, alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpengaruh, memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin, munadzdzim, dan muharrik, serta wara’ dan zuhud.
Anggota ahlul halli wal-‘aqdi tingkat Pengurus Besar (PB) berjumlah: 9 orang, Pengurus Wilayah (PW): 7 orang, Pengurus Cabang (PC)/Pengurus Cabang Istimewa (PCI), Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC), Pengurus Ranting (PR) dan Pengurus Anak Ranting (PAR): 5 orang.
Calon Ketua Tanfidziyah di semua tingkat kepengurusan ditentukan oleh ahlul halli wal-‘aqdi bersama dengan Rois Syuriah terpilih.
1. Penambahan huruf latin “N” dan “U” pada logo resmi tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”.
2. Tidak ada lagi Lajnah (kepanitiaan yang menangani kegiatan khusus dan spesifik) di kepengurusan yang akan datang. Guna lebih memperkuat dan mendayagunakan posisinya, Lajnah akan berubah menjadi Lembaga.
3. Badan Otonom:
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) akan menjadi salah satu badan otonom (BANOM) yang menaungi mahasiswa Nahdlatul Ulama.
Maksimal umur ketua/pengurus Ansor dan Fatayat adalah 40 tahun; PMII adalah 30 tahun; IPNU-IPPNU adalah 27 tahun.
4. SK Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) akan disahkan oleh Pengurus Cabang (PC), bukan lagi oleh Pengurus Wilayah (PW). Sementara SK PC tetap akan disahkan oleh Pengurus Besar (PB), setelah mendapatkan rekomendasi dari PW.
5. Pemilihan Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah:
Rais Syuriah di semua tingkat kepengurusan akan dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat oleh formatur yang disebut ahlul-halli wal-‘aqdi.
Kriteria ulama/kiai anggota ahlul halli wal-‘aqdi adalah beraqidah ahlus-sunnah wal-jama’ah al-nahdliyyah, bersikap adil, alim, memiliki integritas moral, tawadlu’, berpengaruh, memiliki pengetahuan untuk memilih pemimpin, munadzdzim, dan muharrik, serta wara’ dan zuhud.
Anggota ahlul halli wal-‘aqdi tingkat Pengurus Besar (PB) berjumlah: 9 orang, Pengurus Wilayah (PW): 7 orang, Pengurus Cabang (PC)/Pengurus Cabang Istimewa (PCI), Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC), Pengurus Ranting (PR) dan Pengurus Anak Ranting (PAR): 5 orang.
Calon Ketua Tanfidziyah di semua tingkat kepengurusan ditentukan oleh ahlul halli wal-‘aqdi bersama dengan Rois Syuriah terpilih.
Diperbanyak oleh:
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) D.I. Yogyakarta
Ahad Wage, 23 Agustus 2015 M./8 Dzul-Qa’dah 1436 H.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) D.I. Yogyakarta
Ahad Wage, 23 Agustus 2015 M./8 Dzul-Qa’dah 1436 H.
Didokumentasikan secara verbatim dari FB KH. Hilmy Muhammad
Comments