Skip to main content

MONJALI (Monumen Ngeblog Kembali)


Sudah lama blog ini tidak disentuh dan dibersihkan. Ibarat rumah, dua tahun sudah ia tak terjamah, ditinggal penghuninya entah kelayapan ke mana. Hehe... Tapi ya tak masalah. Sekarang penghuninya sudah kembali. Segera ia ambil sapu bersihkan debu dan sarang laba-laba yang bergelantungan di sana-sini; bersihkan dedaunan yang berserak di halaman; memangkas rumput-rumput liar.

Dalam sejarahnya, blog ini adalah blog pertama yang saya buat. Bisa dilihat dalam catatan arsip, kali pertama blog ini mengudara pada tahun 2005, masa awal ketika saya kuliah S1 dulu di Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Kini kampus ini sudah menjadi UIN Walisongo. Awalnya blog ini digunakan untuk senang-senang belaka. Banyak teman punya blog, saya pun ikutan bikin.

Url blog yang pertama kali saya gunakan adalah nasrudincakep.blogspot.com. Agak narsis ya? Begitulah anak muda. Pembelaan saya dulu adalah kata cakep di sini tak semata soal fisik tetapi lebih pada soal kecakapan atau kemampuan. Blog ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa saya cakap dalam satu atau beberapa hal.

Masa-masa awal saya ngeblog adalah ketika saya aktif di LPM Justisia, Fakultas Syariah. Ini adalah sebuah lembaga pers kampus yang menerbitkan majalah, jurnal, tabloid, dan koran komunitas. Di antara teman-teman seangkatan, kami berlomba-lomba menulis dan mengirimkan tulisan di media massa. Pencapaian terbesar kami adalah ketika tulisan kita dimuat di media massa.

Tulisan pertama saya alhamdulillah nongol di harian Kompas edisi Jawa Tengah-DIY—sayangnya edisi lokal ini sekarang sudah tidak ada. Tahun-tahun itu Kompas menjaring penulis muda untuk menulis di rubrik opini lokal mahasiswa setiap hari Jumat. Beberapa waktu kemudian tulisan lain menyusul di beberapa media lain. Dari sinilah kemudian blog ini saya fungsikan sebagai kliping atas tulisan-tulisan saya yang sempat nangkring di media massa, sekaligus sebagai unjuk kecakapan.

Ketika lulus dari kampus saya disibukkan bergiat di dunia penerbitan buku di Yogyakarta. Begitu sibuknya mengurus buku sehingga saya sudah jarang lagi menulis di media massa. Di sisi lain, saya juga sedang mengambil studi lanjut di Magister Ilmu Hukum UII. Banyaknya tugas kuliah yang bersambung dengan rutinitas kerja yang sama-sama full time membuat aktivitas menulis di luar kerjaan dan tugas kuliah menjadi berkurang.

Di sisi lain, saya semakin aktif di media sosial utamanya Facebook. Beberapa tulisan pendek muncul di situ dan cukup membetot perhatian para pembaca. Sejak itu, saya mengganti url blog ini sesuai dengan nick name saya di Facebook, jadilah nasrudinbanget.blogspot.com. Tapi ya begitu, karena produksi tulisan terbatas pada akhirnya blog ini hanya menjadi kliping lagi dari tulisan-tulisan lama saya yang pernah dimuat di jurnal atau media.


Dan sekarang, blog ini saya aktifkan lagi dengan mengganti template yang lebih ringan, bersih, dan segar. Kemudian, url blog ini saya ganti dengan menggunakan domain .id yang lebih keren, jadilah nasrudin.web.id seperti yang Anda saksikan sekarang. Ke depan, blog ini akan diarahkan untuk menampung peristiwa, pemikiran, dan interes pribadi saya. 

Maka dari itu, postingan ini saya beri judul MONJALI, Monumen ngeblog kembali. Sik sik sik... J-nya mana? 

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Aswaja: Dari Mazhab Menuju Manhaj

Aswaja: Sebuah Penelusuran Historis Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh, yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr b...

Ringkasan Hasil-hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang

بسم الله الرحمن الرحيم A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH 1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan. Pertanyaan: 1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? 2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut? 3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? Jawaban: 1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut: Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh). Sebaliknya,...

Frans Magnis-Suseno

“Ideologi Harus Sesuai Hukum dan Nilai Setempat” Ketika agama berubah menjadi —meminjam ungkapan Gus Dur—aspirasi, maka yang tampil ke muka adalah wajah garang agama. Wajah itu dipenuhi jerawat dan bisul kepentingan-kepentingan yang pastinya bukan-agama—profan. Ini jelas menjadi problem. Bagaimana menyikapinya? Berikut wawancara eksklusif elsapage.com dengan Frans Magnis-Suseno, Rektor STF Driyarkara di Teater Utan Kayu Jakarta Timur, 17/03/08, 21.54 WIB seusai diskusi “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan” dalam rangka ulang tahun Jaringan Islam Liberal (JIL) Ke-7. Belakangan ini, mulai marak apa yang disebut Ideologi Islam Transnasional. Sebagai seorang Nasionalis dan Pancasilais, apa pendapat Romo? Bagi saya, Islam terutama sebagai sebuah agama, sudah tentu memiliki sifat transnasional. Kalau sebagai ideologi, tentu ada unsur-unsur yang non-agama. Sebab itu, tentu ia harus menyesuaikan diri dengan ideologi-ideoogi, dan terutama dengan sistem hukum dan sistem nilai yang berlaku di tem...

Mengulik Rahasia Ramadhan: Tiga Derajat Kualitas Puasa

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin membongkar beberapa rahasia puasa di Bulan Ramadhan. Salah satunya adalah tentang derajat kualitas puasa. Al-Ghazali menjelaskan bahwa kualitas puasa kita bisa diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan. Pertama, puasa umum. Yakni, menjaga perut dan kemaluan dari pemenuhan atas syahwatnya. Menjaga perut artinya tidak makan dan minum. Menjaga kemaluan tentu saja dari aktivitas seksual. Hal ini dilakukan dari terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Puasa jenis pertama ini adalah kualitas umum atau standar minimum. Ketika seorang muslim mampu menunaikan puasa dengan baik dan menjaga dari segala hal yang membatalkan puasa, maka ia sudah memenuhi puasa grade standar ini. Kedua, puasa khusus. Kualitas puasa jenis ini lebih istimewa. Puasa jenis ini dilakukan dengan menjaga pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan segala anggota badan dari dosa dan maksiat. Kita tahu bahwa seluruh anggota tubuh tersebut seringkali melakukan ...

Membedakan Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Kanun (Reblog)

Di kalangan masyarakat umum, ada tiga istilah dalam tradisi Islam yang seringkali dipahami secara rancu. Ketiga istilah ini adalah hukum Islam, syariah, dan fikih. Ada kalanya orang menyebut hukum Islam, tetapi yang ia maksud adalah fikih. Ada pula orang yang menggunakan istilah syariah tetapi yang ia maksud adalah fikih. Padahal ketiganya adalah entitas yang berbeda. Sementara itu, istilah keempat (kanun) jarang disebut oleh masyarakat, kecuali masyarakat Aceh. Dalam penyebutan di kalangan masyarakat Aceh, istilah ini hampir tidak dijumpai persoalan salah pemahaman. Hal ini karena istilah kanun sudah lazim digunakan sesuai dengan konteks yang benar oleh pemerintah dan masyarakat. Syariah Syariah dalam pengertian bahasa adalah jalan setapak, jalan tempat air mengalir, atau jalan menuju mata air. Dalam tradisi kajian Islam, syariat adalah sekumpulan garis besar ajaran Islam yang mengatur peri kehidupan seorang muslim. Karena ia adalah garis besar, maka syariat ini memua...

IBA 05 Dialog di Kantor dengan Bahasa Arab

via IFTTT