Jika khilafah merupakan bagian dari Syariat, tentu Rasul akan mendirikan khilafah atau mengangkat dirinya sebagai Khalifah.
Faktanya, sampai Rasul wafat, Rasul tak pernah melakukan itu. Padahal Rasul punya kuasa penuh untuk melakukannya.
Itu artinya, khilafah bukan bagian dari syariat. Karena agama Islam sudah sempurna saat Rasul wafat (baca QS Al Maidah: 3).
Sebab itulah sangat wajar jika tidak ada ayat yang menuturkan kata khilafah.
Jika semua hal yang tidak ada dalilnya adalah sebuah bi'dah, maka bisa dibilang khilafah adalah bagian dari bi'dah.
Lalu bagaimana posisi khilafah dalam Islam?
Khilafah adalah perkara ijtihadiyah. Khilafah tidak berada pada domain aqidah. Sebab itulah rukun Islam ataupun rukun iman tidak mencantumkan khilafah.
Maka mengingkari atau menerima khilafah tidak ada sangkut pautnya dengan keimanan seseorang. Menolak khilafah tidak mengganggu iman.
Nah... Ketika khilafah berada pada domain ijtihadiyah, maka ia berada pada spektrum ruang dan waktu.
Sebab itulah ia bersifat temporer dan kontekstual. Dalam alam abad ke-7 dan di Timur Tengah, saat itu khilafah kontekstual.
Tetapi untuk saat ini, bahkan di Timur Tengah sendiri, khilafah sudah tidak relevan lagi. Apalagi di belahan dunia lain.
Apa buktinya?
Penolakan terhadap ideologi khilafah oleh belasan negara Arab secara ramai-ramai.
Bahkan Arab Saudi yang mengklaim sebagai negara yang berasaskan Islam pun menolak khilafah.
Belasan negara Arab memasukkan Hizbut Tahrir ke dalam organisasi terlarang.
Ini artinya, khilafah adalah sisa peradaban yang sudah tidak dipakai bahkan oleh bangsa-bangsa yang dulu pernah bangga menggunakannya.
Begitu.
Comments