Skip to main content

Sosiologi vs Antropologi: Titik Temu dan Titik Pisah


Sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji manusia sebagai makhluk hidup yang berkembang dinamis. 

Yang membedakan adalah bahwa sosiologi lebih fokus pada relasi dan interaksi antar manusia. 

Sedangkan antropologi lebih fokus pada manusia sebagai makhluk yang bernalar dengan akal budinya dan mengembangkan kecerdasannya untuk menyelesaikan problem-problem faktual yang dihadapinya. 

Oleh karena berfokus pada relasi dan interaksi yang dinamis, maka sosiologi akan fokus pada pola-pola interaksi dengan karakter khususnya. 

Nah, pola-pola inilah yang kemudian dicari kecenderungannya. 

Kecenderungan-kecenderungan dan pola-pola ini akan di-generate menjadi teori-teori sosiologi.

Teori ini bermanfaat untuk menjelaskan fenomena yang senada di tempat-tempat lain. Oleh karena itu, sosiologi cenderung melihat fenomena interaksi sebagai sebuah keajegan

Jika ditemukan defiasi atau pola yang berbeda, maka akan di-generate menjadi teori baru.

Sementara itu, antropologi fokus pada manusia dan individu dengan kecerdasan dan produk pemikirannya untuk menyelesaikan problem faktual yang dihadapinya. 

Karena manusia tinggal di berbagai tempat yang berbeda di mana masing-masing tempat akan memunculkan problem berbeda dan tentu saja menuntut penyelesaian yang berbeda. 

Oleh karena itu, antropologi cenderung fokus untuk melihat manusia dengan keunikan, kenyelenehan, dan ketidakajegan

Dari produk-produk akal budi manusia yang bernalar, memahami, dan memberikan makna yang berbeda-beda ini kemudian di-generate menjadi teori-teori antropologi.

Jadi misalnya jika Anda seorang peneliti yang mau meriset fenomena poligami di suatu kampung. 

Jika Anda mengkaji pada aspek pola keajegan relasi antara suami dan para istrinya, maka ini adalah riset sosiologis. 

Sedangkan jika mengkaji pada mengapa praktik poligami di kampung itu unik dengan segala pemikiran para pihak, maka itu pakai pendekatan antropologis.

Atau misalnya Anda mau mengkaji fenomena perempuan bercadar di kampung X. 

Jika Anda mengkaji tentang bagaimana perempuan ini hidup sehari-hari mengenakan cadar di masyarakat, atau bagaimaan masyarakat merespons perempuan bercadar di kampung mereka, maka Anda menggunakan pendekatan sosiologis. 

Tapi jika mengkaji mengapa ia mengenakan cadar, apa pertimbangan pribadinya, bagaimana ia memaknai cadar, maka itu pakai pendekatan antropologis.

Jadi secara sederhana bisa dikatakan bahwa, sosiologi fokus pada keajegan interaksi antar manusia. Sedangkan antropologi fokus pada hal-hal yang nyeleneh, unik, dan tidak ajeg dari produk akal budi manusia.

Kira-kira, seperti itu pemahaman sementara saya. Mungkin Anda punya pendapat yang berbeda?

Comments

Berarti sosiologi lebih fokus kepada kajian struktur dan dinamika di masyarakat dan antropologi sendiri cenderung kepada kajian kebudayaan dan adat istiadat di masyarakat 😃
Betul banget. Perdebatan di antara sosiolog adalah tentang mana yang paling dominan dalam interaksi sosial, apakah struktur sosial atau agen. Hehe

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Ringkasan Hasil-hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang

بسم الله الرحمن الرحيم A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH 1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan. Pertanyaan: 1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? 2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut? 3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? Jawaban: 1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut: Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh). Sebaliknya,...

Kunci itu Bahasa (Arab)

Tak dipungkiri, bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan umat Islam dalam berkomunikasi dengan tuhannya, baik lewat firman-firmanNya dalam al-Qur’an atau lewat bacaan-bacaan shalat. Dalam dunia akademik, terutama IAIN, ia menjadi kunci master yang akan bisa membuka hampir semua ilmu pengetahuan di IAIN. Betapa tidak? Coba analisa berapa mata kuliah yang berkaitan dengan bahasa Arab, karena memang literatur yang digunakan adalah bahasa Arab, mulai dari fiqh, ushul fiqh, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits, dan seterusnya. Nah, pada kesempatan ini, kita akan lebih mengerucutkan pembahasan ke dalam penggunaan bahasa Arab sebagai pisau analisa untuk memahami teks-teks Arab untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Keterampilan memahami teks Arab ini kiranya lebih urgen dan mendesak ketimbang misalnya kita belajar muhadatsah . Bukan berarti muhadatsah dan maharah lain tidak penting, Melainkan, kebutuhan mendesak kita adalah bahan referensi yang kebanyakan dalam bahasa Arab. Barang kali yang a...

Aswaja: Dari Mazhab Menuju Manhaj

Aswaja: Sebuah Penelusuran Historis Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh, yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr b...

Kondisi Darurat dalam Tayamum

Tayamum dalam fikih dikenal sebagai salah satu alternatif dalam bersuci. Ia menjadi ganti bagi mandi dan wudhu dalam kondisi tidak ada air atau ketika ada halangan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan air. Tayamum memanfaatkan debu sebagai media bersuci sebagai ganti dari air. Penggunaan debu ini adalah kekhususan yang diberikan kepada syariat Nabi Muhammad saw. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah fungsi dasar tayamum sebetulnya tidak bisa digunakan untuk mensucikan diri dari hadats (kecil). Setelah bertayamum sekalipun, status seseorang masih dalam kondisi hadats. Posisi tayamum hanyalah sebagai media untuk mendapatkan dispensasi sehingga seseorang bisa menjalankan ibadah yang mensyaratkan status suci dari hadats besar dan/atau kecil, semisal salat, tawaf, menyentuh mushaf, sujud tilawah, dan sebangsanya. Sebagai alternatif yang berisifat darurat, maka kondisi darurat harus benar-benar terwujud sebelum seseorang bertayamum. Bahkan dalam kondisi tidak a...

Musafir yang Boleh Meninggalkan Puasa

Dalam pembahasan sebelumnya, seorang yang bepergian mendapatkan dispensasi ( rukhsoh ) dalam wujud adanya alternatif untuk meninggalkan kewajiban puasa . Tetapi apakah semua orang yang keluar rumah sudah bisa mendapatkan dispensasi tersebut? Tentu saja tidak. Dalam fikih Islam, kemudahan lahir sebagai alternatif atas adanya kesulitan-kesulitan tertentu dalam beribadah. Karena kesulitan mencari air, diperbolehkan untuk bersuci menggunakan debu atau yang biasa disebut sebagai tayamum. Dalam konteks puasa juga demikian. Hanya musafir dengan kriteria tertentu yang diperbolehkan meninggalkan puasa. Tentu saja meninggalkan di sini tidak benar-benar meninggalkan. Karena ia juga masih berkewajiban untuk menggantinya pada hari lain selepas Ramadhan lewat. Apa saja kriterianya? Pertama , jarak perjalanan minimal 85 km. Kurang dari angka ini seseorang tidak mendapatkan dispensasi ibadah puasa. Jarak ini merupakan jarak yang sama di mana seorang musafir diperkenankan untuk menjamak ...