Fitrah berasal dr kata fathara فطر. Kata ini juga menjadi asal bagi kata ifthar افطار. Kata yang terakhir ini bermakna berbuka setelah puasa.
Kata fathara فطر juga menjadi akar bagi kata Idulfitri. Id adalah Hari Raya. Fitrhi adalah makan-makan. Idulfitri adalah hari raya makan-makan setelah sebulan penuh berpuasa.
Nah...
Dari sinilah kita jadi mengerti bahwa zakat fitrah dan idulfitri terkait dengan makan-makan atau berbuka selepas puasa.
Sebab itulah, mazhab Syafii menyatakan bahwa zakat fitrah harus dalam wujud bahan makanan pokok setempat قوت البلد. Kalau di kampung tsb bahan makanan pokoknya beras, ya beras. Kalau gandum, ya gandum. Kalau sagu, ya sagu.
Kalau di satu kampung ada dua bahan makanan pokok, misalnya jagung dan sagu, maka ambil makanan yang paling populer. Kalau sama-sama populer, boleh memilih di antara keduanya.
Mengapa harus bahan makanan pokok?
Salah satunya agar zakat bisa langsung digunakan untuk ifthar (berbuka/dimakan) pada hari raya Idul Fithri atau hari raya makan-makan.
Sebab berpuasa pada hari raya Idul Fitri adalah haram, maka syariat menetapkan kewajiban zakat fitrah. Salah satunya bertujuan untuk memastikan agar fakir miskin bisa berbuka pada Hari Raya.
Itulah mengapa waktu wajib zakat fitrah adalah setelah maghrib terakhir di bulan Ramadhan. Untuk memastikan agar esok hari tak ada fakir miskin yg masih berpuasa; agar semua umat Islam bisa berbuka.
Bolehkah membayar fitrah sejak awal Ramadhan?
Boleh. Itu namanya takjil fitrah. Hukumnya tetap sah dan bisa menggugurkan kewajiban.
Lalu bagaimana jika ada yg membayar zakat dengan uang?
Di kalangan Syafii, membayar zakat fitrah dengan uang tidak diperkenankan. Uang kan tidak bisa langsung dimakan. Hehe...
Tetapi kan uang itu bisa dipakai si Fakir Miskin untuk membeli nasi dlsb. Hayo...
Nah... Di kalangan Syafiiyah, zakat termasuk perkara ibadah. Maka faktor taabudi menjadi sangat dominan. Prinsip taabudi adalah mengikuti praktik yang dijalankan oleh Rasul secara tekstual. Rasul selalu membayar fitrah dalam wujud makanan pokok, dan tidak pernah membayar fitrah dengan uang.
Mengikuti tindakan Rasul secara tekstualis ini merupakan wujud ketundukan dan ketaatan kepada Syari atau Pihak yg menetapkan Syariat, yakni Allah dan Rasul-Nya.
Lalu bagaimana jika demi alasan kepraktisan orang membayarkan fitrah dengan uang? Bagaimana solusinya?
Solusinya adalah panitia zakat berperan ganda sebagai penjual beras dan amil. Si muzaki datang ke panitia untuk membeli beras, lalu beras diserahkan kepada amil untuk dizakatkan.
Apakah ada ulama yang membolehkan zakat fitrah dengan uang?
Di kalangan Hanafiyah ada pendapat yg membolehkan. Hal ini dengan menitikberatkan kewajiban zakat pada kewajiban mengeluarkannya. Yang penting dlm zakat fitrah adalah mengeluarkannya. Maka boleh mengeluarkannya dlm wujud bahan makanan pokok atau uang yang senilai.
Boleh gak mengikuti pendapat Hanafiyah?
Ya boleh saja asal konsisten dlm satu perkara secara utuh. Jadi ya dalam perkara zakat secara penuh ikut hanafiyah.
Nasrudin Banget
Comments