Skip to main content

Betapa Manusiawinya Nabi



Oleh: Muhamad Nasrudin

Dalam ajaran ilmu tauhid, nabi dan rasul adalah insan pilihan dengan berbagai keistimewaan. Nabi dan Rasul memiliki sembilan buah sifat. Empat sifat wajib. Empat sifat mustahil. Serta satu sifat jaiz. 

Sifat wajib adalah sifat yang menurut takaran rasio, Nabi/Rasul pasti memilikinya. Empat sifat wajib bagi Nabi/Rasul adalah sidiq (jujur), amanah (terpercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan). 

Sedangkan sifat mustahil adalah sifat yang menurut takaran rasio, mustahil Nabi memilikinya. Ini adalah lawan dari sifat wajib. Empat sifat mustahil adalah kadzib (berbohong), berkhianat, baladah (bodoh), dan kitman (menyembunyikan syariat).

Selain delapan sifat di atas, semua Nabi/Rasul memiliki satu sifat lagi, yakni sifat jaiz. Sifat jaiz adalah sifat yang menurut takaran rasio, Nabi/Rasul bisa saja memilikinya, bisa saja tidak memilikinya. 

Nah, satu sifat jaiz bagi Nabi adalahاعراض البشرية atau sifat manusiawi. Hal ini tak lain adalah sifat kemanusiaan yang melekat pada pribadi Nabi. Sebagai manusia biasa, Nabi ya makan, minum, buang air kecil, dan buang air besar.

Nabi bisa tertawa, kadang bercanda, kadang bosan, kadang sedih, dan kadang gregetan. Sebagai lelaki, Nabi ya tertarik dengan perempuan. Al-Qur'an merekam bagaimana Nabi Dawud as, misalnya, jatuh hati dengan perempuan yang merupakan istri anak buahnya.

Nabi Sulaiman as juga menikah, bahkan dengan jumlah istri yang tidak sedikit. Para Nabi/Rasul juga berhubungan seks dengan istri-istrinya. Dari situ Nabi kemudian mendapatkan keturunan.

Nabi Adam as pernah sedih ketika ia dikeluarkan dari surga. Nabi Muhammad Saw pernah sangat sedih saat Khadijah dan Abu Thalib wafat hingga tahun itu disebut 'aam al-huzni (tahun kesedihan).

Nabi Ibrahim as pernah sangat bahagia ketika istrinya mengandung Nabi Ismail as setelah bertahun-tahun perkawinan. Ia juga pernah sedih ketika harus meninggalkan Nabi Ismail as kecil di lembah Mekkah yang tandus dan tak berpenghuni.

Nabi Ibrahim as pernah kebingungan luar biasa ketika mencari Tuhan dengan menerka dan mengamati bintang, bulan, dan matahari. Ia nyaris putus asa sebelum akhirnya Allah SWT memberikan petunjuk. Al-Qur'an mengabadikan momen tersebut dalam QS al-An'am 75-80.

Nabi Musa as pernah gregetan dengan tindakan Nabi Hidzir as saat melubangi perahu lalu membunuh seorang anak tak berdosa. Nabi Yunus as pernah ngambek lalu meninggalkan kaumnya hingga Allah SWT mengujinya dengan ditelan ikan Nun.

Nabi Muhammad pernah ketakutan luar biasa saat pertama kali didatangi Malaikat Jibril di goa Hira. Saking takutnya, Nabi Muhammad menggigil lalu meminta Khadijah agar diselimuti. Al-Qur'an mengabadikan peristiwa ini dalam QS Al-Muzammil (Orang yang berselimut).

Nabi Muhammad saw pernah lupa hingga salat Asar (konon Zuhur) menjadi hanya 2 rekaat. Lalu ia diingatkan sahabat dan segera menambah 2 rekaat kekurangannya ditambah sujud sahwi.

Sebagai manusia biasa, Nabi Muhammad saw juga pernah sangat kelaparan hingga mengganjal perutnya dengan batu saat penggalian parit (perang khandaq/perang ahzab).

Dalam banyak riwayat, misalnya  المنهل العذب المورود شرح سنن أبي داود - juz 9 halaman 98 atau سبل الهدى و الرشاد atau kitab نور الأبصار atau إمتاع الأسماء juz 1 hlm 14 disebutkan bahwa saat usia 7 tahun Nabi Muhammad pernah mengalami sakit mata hebat (رمد شديد) yang sangat merepotkan kakek beliau. Penyakit mata ini menyebabkan mata merah dan keluar kotoran berwarna kuning kehijauan. Orang kampung menyebut penyakit ini beleken atau rembes.

Saat dewasa, Nabi Muhammad saw pernah sakit keras hingga tak bisa mengimami salat lalu diganti dengan Abu Bakar ra. Dalam kisah lain, bahkan tubuh Nabi Ayyub as pernah nyaris habis karena digerogoti penyakit.

Dan pada akhirnya, semua Nabi akan wafat saat ajalnya tiba.

Semua sifat manusiawi ini tidak akan membuat derajat Nabi menjadi lebih rendah. Nabi tidak akan menjadi hina karena ia sakit, pernah dihanyutkan, biasa makan, minum, menikah, tertawa, menangis, dst. 

Bahkan Allah SWT sengaja mengutus Nabi dan Rasul dari jenis manusia, bukan malaikat. Hal ini untuk menegaskan bahwa syariat yang dibawa memang ditujukan kepada manusia. Jika Nabi bisa menjalankan syariat, tentu manusia yang lain juga bisa, karena sama-sama manusia.

Pemahaman bahwa Nabi adalah manusia semacam ini penting untuk mendudukkan posisi Nabi/Rasul secara proporsional. Tetapi entah mengapa akhir-akhir ini banyak orang yang jadi lupa bahwa Nabi punya sifat jaiz: bahwa ia adalah manusia. [ n ]

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Salat Tarawih ala Ahlus Sunnah wal Jamaah

oleh KH Ali Maksum Kendati terdapat silang pendapat di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, ada hal yang tidak boleh diingkari. Yakni bahwa bagi kita, kalangan Syafiiyah, dan bahkan di seluruh mazhab Alhus Sunnah wal Jamaah, salat tarawih berjumlah dua puluh rakaat. Salat tarawih dihukumi sunnah ‘ain muakkad bagi laki-laki ataupun perempuan. Ini menurut kalangan Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan Maliki. Bagi kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah, melaksanakan tarawih secara berjamaah dihukumi sunnah ‘ain . Sedang menurut kalangan Malikiah, pelaksanaan secara berjamaah hukumnya sunnah. Bagi kalangan Hanafiyah, jamaah di sini dihukumi sunnah kifayah bagi sebuah komunitas. Artinya, jika sebagian dari mereka menjalankannya secara berjamaah, maka tuntutan sunnah sudah gugur bagi sebagian yang lain. Para imam mazhab menetapkan hukum sunnah ini berdasarkan pada tindakan Nabi saw. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw. keluar di tengah-tengah malam pada bulan Ramad...

Mengapa Pipis Bayi Perempuan Harus Disiram dan Laki Cukup Diperciki?

Fikih Islam mengenal tiga klasifikasi najis berdasar tingkatan berat-ringannya. Yang paling berat adalah najis mughaladzah. Najis ini adalah seluruh bagian tubuh anjing dan babi beserta segala turunannya. Saking beratnya, cara mensucikan najis ini adalah dengan membasuhnya sampai hilang wujud, baru ditambah tujuh basuhan yang salah satunya dicampur dengan debu. Level yang paling ringan adalah najis mukhafafah . Najis ini hanya ada satu, yakni air seni bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun dan hanya mengonsumsi ASI, tak pernah mengonsumsi makanan lain sebagai asupan gizi. Najis ini cukup diperciki dan seketika langsung menjadi suci. Di level tengah ada najis mutawasithah . Ini mencakup semua najis yang tidak masuk dalam klasifikasi ringan atau berat. Cara mensucikannya adalah dengan membasuh najis dengan air mengalir sampai bersih. Bagaimana dengan hukum air seni bayi perempuan? Dari penjelasan ringan di atas, hukum pipis bayi perempuan masuk ke dalam klasifikasi...

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Perbedaan antara Prodi Ekonomi Syariah dan Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HESy) Muamalah

Muhamad Nasrudin, MH Banyak mahasiswa yang kesulitan dalam merumuskan permasalahan bidang hukum ekonomi syariah, terutama saat hendak mengajukan proposal skripsi ke Jurusan.  Salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa adalah pemilahan antara hukum ekonomi syariah dengan ekonomi syariah. Banyak draf proposal yang diajukan justru berada pada bidang keilmuan ekonomi syariah, alih-alih hukum ekonomi syariah. Memang kedua bidang keilmuan tersebut berimpitan. Bahkan, objek yang dikaji oleh kedua bidang keilmuan tadi adalah objek yang sama, yakni konsepsi dan praktik ekonomi syariah. Kita bisa menyebutkan, misalnya: jual beli, kerja sama, sewa-menyewa, hutang-piutang, saham, obligasi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan sebagaimana. Nah, lalu apa beda di antara ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah? Kuy kita bahas. Pertama, rumpun keilmuan . Ekonomi syariah berasal dari rumpun keilmuan ekonomi. Oleh sebab itu, instrumen analisis dalam riset-riset ekonomi syariah adalah instrumen e...

Media Bersuci dalam Fikih (1)

Bersuci dalam fikih membutuhkan media yang digunakan sebagai alat untuk bersih-bersih. Media di sini adalah alat yang oleh syariat diberi status sebagai alat bersuci. Lagi-lagi kata kuncinya adalah status yang diberikan oleh syariat. Sehingga tidak mesti benda yang digunakan untuk bersuci adalah benda yang benar-benar bersih jika dilihat menggunakan kaca mata non-syariat. Ada lima media yang bisa digunakan untuk bersuci. Lima media tersebut adalah air, debu, batu, proses penyamakan, dan proses arak menjadi cuka. Masing-masing memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kelimanya juga memiliki peruntukan yang khusus dalam bersuci. Air digunakan untuk berwudhu, mandi, dan istinja. Debu untuk tayamum sebagai ganti mandi atau wudhu. Batu untuk beristinja saja. Proses penyamakan untuk menyamak kulit bangkai. Proses menjadi cuka untuk arak. Air untuk Bersuci Air Mutlak. Air adalah media primer yang bisa digunakan untuk nyaris semua proses bersuci, baik bersuci dari hadats...

Ringkasan Hasil-hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang

بسم الله الرحمن الرحيم A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH 1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan. Pertanyaan: 1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? 2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut? 3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? Jawaban: 1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut: Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh). Sebaliknya,...