Skip to main content

Dua Pola Besar dalam Kajian Islam



Islam sebagai agama memiliki beberapa dimensi kehidupan. Ia mengandung setidaknya dua aspek, yakni aspek normatif dan historis. Aspek normatif terkait dengan posisi Islam sebagai ajaran agama yang tak terikat ruang dan waktu serta bersifat sakral dan dogmatif. Aspek kedua adalah aspek historis yang merupakan bagian dari praktik ekspresi keberagamaan yang terikat dengan ruang dan waktu serta bersifat profan.

Pola Normatif
Pada mulanya Umar bin Khattab marah bukan kepalang setelah dikabari bahwa adiknya menjadi pengikut Muhammad. Ia tak menyangka adiknya terpengaruh oleh Muhammad. Segera ia mendatangi rumah Fatimah binti Khattab dan betapa terkejut ketika ia mendapati adiknya membacakan beberapa penggalan ayat-ayat al-Quran.

Umar segera mengetuk pintu, menampar keras adiknya, lalu merebut perkamen yang tercantum ayat-ayat al-Quran. Umar membaca ayat tersebut dan mendapati bahwa tak ada yang salah pada ayat tersebut. Sebaliknya, ayat-ayat tersebut mengandung hal yang mencerahkan jiwa. Hati Umar pun terpanggil. Ia meminta agar diantar menuju rumah Muhammad.

Dari sini, Umar kemudian masuk Islam, berikrar syahadat dan baru belajar Islam. Apa artinya?

Umar menjadi seorang muslim terlebih dahulu baru kemudian belajar bagaimana bertindak menjadi muslim yang baik. Yang dipelajari oleh Umar adalah doktrin-doktrin agama. Tujuannya untuk diamalkan yang hasil akhirnya menjadi pribadi muslim yang sempurna. Dalam konteks Islam kontemporer, prototipe muslim sempurna adalah ustad atau kiai.

Inilah yang disebut dengan kajian atau studi Islam normatif. Titik berangkatnya adalah mengkaji Islam untuk diketahui, diamalkan, dan diinternalisasikan dalam seorang pribadi muslim, baik dalam ruang privat ataupun dalam ruang publik.


Pola Historis
Dalam kenyataannya, umat Islam tidaklah hidup sendiri yang terasing dengan komunitas lain yang nonmuslim. Umat Islam terkait dan terikat dengan banyak komunitas lain yang nonmuslim. Komunitas atau seorang nonmuslim ini berinteraksi dengan masyarakat muslim. Dari sini mereka kemudian mengenal karakter dan perilaku umat Islam. Cepat atau lambat mereka belajar Islam.

Mereka mempelajari Islam bukan untuk diamalkan dan diinternalisasikan. Tujuannya hanya sebatas mengumpulkan informasi atau pengetahuan (knowledge) lalu disistematisir menjadi sebuah ilmu pengetahuan (science). Tentu saja pengetahuan atau bahkan ilmu pengetahuan tentang Islam ini pada mulanya bersifat netral dan bisa digunakan dalam banyak kepentingan.

Aspek yang dikaji bukan lagi Islam sebagai doktrin, melainkan Islam sebagai fenomena sosial kemasyarakatan. Aspek-aspek yang dikaji kemudian melebar mulai dari aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum, dan sebagainya. Subjek yang dikaji tak lagi melulu teks verbal dalam bentuk kitab suci, melainkan manusia yang menjalankan ajaran Islam.

Pengkajian Islam dalam kerangka ini tidak akan menghasilkan seorang ulama atau kiai. Mereka yang fokus mengkajinya akan menjadi sesosok ilmuan.



Disampaikan di kelas Studi Islam pada 20 September 2016.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Salat Tarawih ala Ahlus Sunnah wal Jamaah

oleh KH Ali Maksum Kendati terdapat silang pendapat di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, ada hal yang tidak boleh diingkari. Yakni bahwa bagi kita, kalangan Syafiiyah, dan bahkan di seluruh mazhab Alhus Sunnah wal Jamaah, salat tarawih berjumlah dua puluh rakaat. Salat tarawih dihukumi sunnah ‘ain muakkad bagi laki-laki ataupun perempuan. Ini menurut kalangan Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan Maliki. Bagi kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah, melaksanakan tarawih secara berjamaah dihukumi sunnah ‘ain . Sedang menurut kalangan Malikiah, pelaksanaan secara berjamaah hukumnya sunnah. Bagi kalangan Hanafiyah, jamaah di sini dihukumi sunnah kifayah bagi sebuah komunitas. Artinya, jika sebagian dari mereka menjalankannya secara berjamaah, maka tuntutan sunnah sudah gugur bagi sebagian yang lain. Para imam mazhab menetapkan hukum sunnah ini berdasarkan pada tindakan Nabi saw. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw. keluar di tengah-tengah malam pada bulan Ramad...

Media Bersuci dalam Fikih (1)

Bersuci dalam fikih membutuhkan media yang digunakan sebagai alat untuk bersih-bersih. Media di sini adalah alat yang oleh syariat diberi status sebagai alat bersuci. Lagi-lagi kata kuncinya adalah status yang diberikan oleh syariat. Sehingga tidak mesti benda yang digunakan untuk bersuci adalah benda yang benar-benar bersih jika dilihat menggunakan kaca mata non-syariat. Ada lima media yang bisa digunakan untuk bersuci. Lima media tersebut adalah air, debu, batu, proses penyamakan, dan proses arak menjadi cuka. Masing-masing memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kelimanya juga memiliki peruntukan yang khusus dalam bersuci. Air digunakan untuk berwudhu, mandi, dan istinja. Debu untuk tayamum sebagai ganti mandi atau wudhu. Batu untuk beristinja saja. Proses penyamakan untuk menyamak kulit bangkai. Proses menjadi cuka untuk arak. Air untuk Bersuci Air Mutlak. Air adalah media primer yang bisa digunakan untuk nyaris semua proses bersuci, baik bersuci dari hadats...

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Mengapa Media Bersuci (Taharah) adalah Air?

Sebetulnya media bersuci tidak hanya air. Fikih Islam mengenal banyak media bersuci lain, misalnya debu, batu atau segala benda padat, proses samak, atau perubahan sifat secara mutlak . Namun dari seluruh media tersebut, air memang menjadi media yang paling utama dan primer baik untuk mensucikan diri dari hadats besar (mandi besar), hadats kecil (wudhu), atau mensucikan dari najis. Mengapa air menjadi media primer? Ada beberapa alasan yang mendasarinya jika ditilik dari sifat dan fungsi air, serta tujuan dasar bersuci ( taharah ). Air seperti kita ketahui memiliki sifat melarutkan benda-benda. Kotoran bisa larut jika dibasahi air. Ketika benda najis larut ke dalam air, maka kepekatannya menjadi sangat longgar sehingga akan mudah bagi kita untuk meluruhkan najis yang menempel pada benda suci. Setelah luruh, air juga memiliki kemampuan untuk mengangkut kotoran tersebut sehingga membuat benda tersebut menjadi suci kembali. Satu lagi yang juga perlu diperhatikan adalah a...

Prinsip Dasar Waris Islam yang Sering Dilupakan

Ada tiga prinsip dasar yang harus dipahami dalam waris Islam, yang sayangnya sering dilupakan. Ketiganya adalah: tauhid, hakikat manusia, dan hakikat harta. Tauhid artinya mengesakan. Artinya, Allah adalah segalanya, tiada yang lain selain Allah. Dialah pemilik segalanya. Dialah asal segala sesuatu dan muara segala sesuatu. Al-Awwal wa al-Akhir. Selanjutnya, hakikat manusia. Manusia terdiri atas tiga bagian: nafs (jiwa), jasad, dan ruh. Nafs adalah jiwa manusia yang berasal dari alam malakut. Jasad berasal dari saripati bumi. Dan ruh adalah pengikat bagi kedua hal tersebut. Ketika ajal seseorang telah tiba, Allah mencabut ruh yang mengikat. Sehingga nafs dan jasad tercerai berai. Jasad kembali kepada bumi, terurai di dalam tanah. Kemudian jiwa (nafs) berpindah ke alam barzah, untuk kembali kepada Allah. Sebab itulah, ketika ada orang yang meninggal dunia, kita mengucapkan tarji', Inna lillah wa Inna ilaihi raji'un. Kita semua adalah milik Allah, dan kita semua akan ...

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya