Skip to main content

Mencoba Merumuskan Antropologi (Hukum) Islam: Dari Geertz hingga Talal Asad

 



Saya paling suka kalau hadir di forum ujian terbuka atau promosi doktor. Bukan apa-apa. Pertama, saya bisa kulakan ilmu di situ dan mendapatkan banyak inspirasi. Kedua, saya bisa menambah semangat dalam belajar dan segera menuntaskan studi saya yang sudah setengah jalan ini. 

Nah, kali ini saya akan berbagi kulakan ilmu yang saya dapat dari menghadiri ujian terbuka Mas Syaiful Bahri. Dia dosen di Fakultas Syariah IAIN Kediri yang sebentar lagi menjadi UIN Syeikh Wasil. 

Mas Syaiful ini menulis disertasi tentang bahtsul masail di pondok pesantren. Yang menarik, ia menggunakan pendekatan antropologi Islam. Ini yang berbeda dengan riset lain dan menurut saya cukup menarik. 

Antropologi Islam?

Terkait antropologi ini saya menyimak pemaparan Prof Syamsul Anwar yang jadi promotornya, seusai sidang terbuka. 

Prof Syamsul Anwar menjelaskan bahwa antropologi Islam merupakan respons terhadap ---meminjam istilah dikotomi ekonomi Islam vs ekonomi konvensional--- antropologi konvensional.

Antropolog konvensional yang mengkaji Islam selama ini hanya fokus pada bagaimana penghayatan dan pengkhidmatan manusia yang beragama Islam terhadap ajaran Islam. 

Jadi, ia hanya fokus pada bagaimana Islam dipraktikkan dan dihidupi oleh seorang muslim di dalam kehidupan sehari-hari di dalam komunitas tertentu.

Salah satu hal yang absen dikaji oleh para antropolog konvensional ini adalah teks. Tengok misalnya Clifford Geertz, antropolog kawakan dalam buku Religion of Java saat meriset di Mojokuto sama sekali tidak menyinggung teks Islam.

Padahal, teks memiliki peran penting dalam khazanah keislaman dan tentu saja berpengaruh besar terhadap bagaimana seorang muslim menghidupi Islam dalam dirinya. 

Talal Asad mengkritik hal ini lalu menawarkan antropologi Islam. Antropologi Islam ini menawarkan pemahaman antropologi yang juga memasukkan teks sebagai poin penting dalam keberislaman. 

Talal menyebutkan teks ini sebagai teks suci, yakni al-Quran dan Hadits. 

Nah, dalam konteks yang lebih luas, seperti riset yang dilakukan Mas Syaiful, pemahaman teks ini diperluas, tidak hanya teks suci, melainkan juga mencakup teks-teks kitab kuning, terutama al-kutub al-muktabarah

Dari sini saya mencoba merumuskan antropologi (hukum) Islam sebagai sebuah kajian dengan pendekatan antropologi yang mengkaji bagaimana umat Islam menghidupi dan mengkhidmati hukum Islam dalam keseharian yang melibatkan praktik sekaligus teks-teks hukum Islam, baik klasik ataupun kontemporer. 

Kira-kira rumusannya seperti itu. Tentu saja antropologi hukum Islam ini akan berada di bawah payung pendekatan besar terhadap ilmu hukum, yakni socio-legal studies

Bagaimana metodologi risetnya?... Nah, ini perlu ditulis secara lebih serius dalam sebuah buku.

Bagaimana menurut Anda?...

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

BBTQ Dialog Bahasa Arab tentang Kesibukan

via IFTTT

Betapa Manusiawinya Nabi

Oleh: Muhamad Nasrudin Dalam ajaran ilmu tauhid, nabi dan rasul adalah insan pilihan dengan berbagai keistimewaan. Nabi dan Rasul memiliki sembilan buah sifat. Empat sifat wajib. Empat sifat mustahil. Serta satu sifat jaiz.  Sifat wajib adalah sifat yang menurut takaran rasio, Nabi/Rasul pasti memilikinya. Empat sifat wajib bagi Nabi/Rasul adalah sidiq (jujur), amanah (terpercaya), fathanah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan).  Sedangkan sifat mustahil adalah sifat yang menurut takaran rasio, mustahil Nabi memilikinya. Ini adalah lawan dari sifat wajib. Empat sifat mustahil adalah kadzib (berbohong), berkhianat, baladah (bodoh), dan kitman (menyembunyikan syariat). Selain delapan sifat di atas, semua Nabi/Rasul memiliki satu sifat lagi, yakni sifat jaiz. Sifat jaiz adalah sifat yang menurut takaran rasio, Nabi/Rasul bisa saja memilikinya, bisa saja tidak memilikinya.  Nah, satu sifat jaiz bagi Nabi adalahاعراض البشرية atau sifat manusiawi. Hal ini tak lain ad...

Empat Level Perekonomian Dunia

Ekonomi adalah upaya manusia dalam memenuhi segala kebutuhannya yang nyaris tak terbatas dengan sumber daya yang sayangnya terbatas. Ada banyak cara yang bisa dilakukan manusia, mulai secara tradisional hingga modern. Dalam upaya ini, manusia mengalami beberapa level perkembangan. Setidaknya terdapat empat tahap perkembangan dunia perekonomian manusia. Keempat level tersebut adalah level (i) ekonomi ekstraktif; (ii) ekonomi post-ekstraktif; (iii) ekonomi jasa; dan (iv) informasi/data. Keempat ini berkembang dari satu level menuju level selanjutnya. Meski bersifat hierarkhis, namun keempat level ini tidak meninggalkan satu dan yang lainnya. Keempatnya tetap eksis sampai sekarang dan saling terkait, namun tidak saling meninggalkan. Ekonomi Ekstraktif Pada mulanya, manusia berusaha memenuhi kebutuhannya dengan mengambil langsung segala yang ia butuhkan dari alam semesta. Manusia perlu makan nasi, ia memanen dari alam. Manusia perlu garam, ia menambang atau mengeringkan ...

Sosiologi vs Antropologi: Titik Temu dan Titik Pisah

Sosiologi dan antropologi sama-sama mengkaji manusia sebagai makhluk hidup yang berkembang dinamis.  Yang membedakan adalah bahwa sosiologi lebih fokus pada relasi dan interaksi antar manusia.  Sedangkan antropologi lebih fokus pada manusia sebagai makhluk yang bernalar dengan akal budinya dan mengembangkan kecerdasannya untuk menyelesaikan problem-problem faktual yang dihadapinya.  Oleh karena berfokus pada relasi dan interaksi yang dinamis, maka sosiologi akan fokus pada pola-pola interaksi dengan karakter khususnya.  Nah, pola-pola inilah yang kemudian dicari kecenderungannya.  Kecenderungan-kecenderungan dan pola-pola ini akan di- generate menjadi teori-teori sosiologi. Teori ini bermanfaat untuk menjelaskan fenomena yang senada di tempat-tempat lain. Oleh karena itu, sosiologi cenderung melihat fenomena interaksi sebagai sebuah keajegan .  Jika ditemukan defiasi atau pola yang berbeda, maka akan di- generate menjadi teori baru. Sementara itu, antropolo...

Aswaja: Dari Mazhab Menuju Manhaj

Aswaja: Sebuah Penelusuran Historis Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh, yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr b...

Mbah Syam dan Santrinya

Suatu hari di tahun 1970-an, seorang santri sedang bersih-bersih halaman pondok. Tiba-tiba Mbah Syam membuka jendela dan memanggilnya.  "Kang Yasir..." "Njih dalem..." Ia segera menuju jendela itu. Mbah Syam mengulurkan tangannya. "Iki ono titipan soko ibumu." Kang Yasir kaget. Kapan Ibu datang ke pondok? Mengapa ia tidak tahu? "Nganu... Aku wingi bar ko omahmu.", kata Mbah Syam. Kang Yasir tambah kaget. "Wingi aku bar ngeterke Baedlowi ke Surabaya. Mulihe mampir Ngawi, neng omahmu.", tambah Mbah Syam. "Oh... Pripun kabare Ibu?" "Alhamdulillah sehat kabeh. Kangmu yo sehat." "Alhamdulillah... Matur nuwun." "Yo... Podo-podo." *** Sehari sebelumnya di Ngawi. Mbah Syam menelusuri desa, mencari rumah Kang Yasir. Ia mengucapkan salam, tak ada jawaban. Ia menunggu sejenak.  Kemudian seorang Ibu agak sepuh keluar rumah dan menyapanya. "Sinten nggih?..." "Aku koncone Yasir. Omahku cedak nggo...