Skip to main content

Membaca Struktur Nalar Lirik Lagu Gigi

“Beribadah yok… Jangan banyak alasan”
“Ayo sholat yok... sebelum disholatkan”
Suara Arman Maulana, vokalis Band Gigi menyentak di sela-sela jendela kamarku. Suara itu hadir dari radio yang dinyalakan di kamar sebelah.

Terpaksa, saya juga turut mendengarkan lagu itu. Saya pikir, boleh juga Gigi menghadirkan pesan-pesan agama lewat media musik, dengan caranya sendiri, khas Band Gigi. Dan sebagai salah satu bentuk ekspresi. Semua itu adalah hal yang sangat wajar dan lazim apa adanya.

Saya kemudian terdiam. Kok kelihatannya ada yang mengganjal dari lirik lagu tersebut. Secara samar-samar, saya melihat bahwa ada semacam pembelengguan atas terminologi ibadah dalam lirik tersebut. Hmm.... begitukah?....

Mari kita perhatikan lebih lanjut. Dalam penggalan lirik tersebut, ada kesan yang samar-samar tampak. Di situ ada dua terminologi agama yang digunakan: ibadah dan sholat. Kedua kata itu, kemudian membentuk sebuah jalinan. Pastinya, jalinan itu tidak bersifat substitutif secara utuh. Karena shalat dan ibadah tidak bisa saling menggantikan, dalam pemahaman, praktik, dan bentuknya.

Kenapa? Shalat sudah tentu merupakan bagian dari ibadah. Dan ibadah, tidak melulu berwujud shalat. Ringkasnya, ibadah adalah superordinat dan sholat adalah sub-ordinat. Jika demikian, apakah ada yang rancu dari penggalan lirik di atas? Sekilas memang tidak ada yang rancu.

Tapi mari kita berdiskusi lebih lanjut. Berdasar pengamatan saya, yang rancu adalah struktur nalar lirik di atas, yang memandang ibadah (selalu) tampil dalam wujud yang ritualistik, baku, dan formal. Pesan Ayo sholat... yok! yang menyanding setelah pesan Beribadah... yok! ini menegaskan bahwa ibadah adalah shalat. Bahwa shalat adalah ibadah.

Tepatnya, struktur nalar yang digunakan memandang ibadah dalam bentuk yang melulu formal, rutualistik, dan baku. Hmm..... Mengapa kesimpulannya bisa seperti ini? Sebatas pengamatan saya, format ibadah yang muncul dalam lirik lagu ini hanya melulu ibadah formal. Ibadah formal ini dalam bahasa fikih disebut ibadah mahdhah yang struktur, pola, format, dan aplikasinya sudah diatur secara jelas, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

Padahal, di sisi lain, kita bisa menemukan fakta bahwa tidak selamanya ibadah itu bersifat formal. Saat berjalan dan kita menemukan batu, lalu menyingkirkannya. Itu adalah ibadah. Saat kita bertemu dengan kawan kita menyapanya dan tersenyum, itu ibadah. Seorang ibu yang mengandung puteranya, adalah ibadah. Seorang ayah yang bekerja mencari nafkah untuk keluarga, juga ibadah.

Dalam buku Fikih For Teens (Penerbit Jauza, Jogjakarta: 2009), M. Nasrudin menjelaskan secara gamblang, bagaimana seorang anak yang memindah sepatu kawannya ke dalam laci saat turun hujan. Jika niatnya baik, yakni menjaga sepatu tersebut agar tidak basah kehujanan, maka ini termasuk ibadah. Dari sini, kita bisa melihat bahwa hal sepele, jika diniatkan untuk kebaikan, maka itu bernilai ibadah.

Semua ibadah ini yang tidak mengambil bentuk baku, formal, dan ritualistik, mengutip M. Nasrudin, merupakan bagian tak terpisahkan dari ibadah. Dalam bahasa Fikih, ibadah macam ini biasa disebut Ibadah ghoiru mahdhoh. Nah, sub-ordinat yang satu inilah yang tampaknya terlewat dalam struktur nalar lirik lagu di atas.

Struktur nalar ibadah=formal-ritual ini kian kuat tatkala kita memerhatikan penggalan lirik Jangan banyak alasan... yang disandingkan dengan Beribadah... Yok! Hmm... coba kita ingat, kita cenderung malas dan memiliki banyak stok alasan untuk menghindar, setidaknya mengambil jarak waktu dari ibadah yang bersifat ritualistik.

Hendak shalat subuh, eh... bangunnya kesiangan. Mau shalat Zuhur, waduh! sedang sibuk bekerja. Mau shalat Ashar, ah.... masih di perjalanan. Shalat maghrib, yah.... sudah ketinggalan waktunya. Shalat Isya’, sudah kecapekan dan bahkan ketiduran. Mau puasa, eh, di jalan banyak godaan. Udah panasnya kayak gini.... Mau zakat, kok eman-eman ya?... Ya.... setumpuk alasan itulah yang kerap kita jadikan alasan untuk menghindari ibadah formal atau ibadah mahdhah.

Bagaimana dengan ibadah ghoiru mahdhah? Saya pikir kita akan nyaman-nyaman saja ketika menyingkirkan batu di jalan. Seorang ibu justru akan bersemangat dan bangga ketika ia mengandung putera kinasihnya, terlebih putera pertama. Seorang sahabat malah merasa harus menyapa sohibnya di jalan dan memberikan seulas senyum. Dan semua itu ibadah, tanpa kita paksakan. Kita tak perlu alasan untuk menghindar dari bentuk-bentuk ibadah semacam itu.

Nah, dari sinilah, kita bisa melihat, bahwa secara umum, struktur nalar yang digunakan untuk membangun lirik lagu di atas bersandar pada sebuah pemahaman bahwa ibadah itu (harus) bersifat formal dan ritualistik. Namun demikian, apakah lirik di atas keliru. Saya pikir tidak. Ia hanya abai akan fakta lain. Itu saja. Dan tulisan ini hadir sebagai pelengkap atas lirik lagu di atas. Karena bukankah manusia itu tercipta secara unik untuk saling melengkapi? Allahu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Rahasia Sukses Menjadi Imam Tarawih

Seiring banyaknya masjid yang membatasi salat tarawih, jumlah Imam Tarawih di rumah-rumah bisa dipastikan meledak, termasuk Anda barangkali. Heuheuheu.... Nah, setelah berjalan dua malam, baru terasa kan, bahwa menjadi imam tarawih itu tidak mudah. Namun demikian, ada dua hal yang bisa dilakukan agar beban menjadi imam tarawih menjadi ringan, bahkan lenyap. Apa itu? Pertama, mundur. Haha... Tapi sayangnya ini bukan opsi yang nirkonsekuensi. Apalagi jika Anda adalah menantu dan makmum adalah keluarga besar mertua. Heuheuheu... Kedua, ya maju terus. Jika dilakukan secara terus-menerus insyallah akan terasa ringan. Prinsipnya begini. Imam itu adalah pelayan bagi makmum. Maka Anda harus mengerti siapa saja makmumnya dan apa yang mereka inginkan. Itu kunci utamanya. Biasanya sih, mayoritas makmum lebih suka versi imam ekspres. Maka pilih bacaan yang pendek asal tartil. Bacaan surat pendek tapi tuntas lebih baik daripada surat panjang tapi cuma sepenggal-sepenggal, kecuali Anda mau mengkh...

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Perbedaan antara Prodi Ekonomi Syariah dan Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HESy) Muamalah

Muhamad Nasrudin, MH Banyak mahasiswa yang kesulitan dalam merumuskan permasalahan bidang hukum ekonomi syariah, terutama saat hendak mengajukan proposal skripsi ke Jurusan.  Salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa adalah pemilahan antara hukum ekonomi syariah dengan ekonomi syariah. Banyak draf proposal yang diajukan justru berada pada bidang keilmuan ekonomi syariah, alih-alih hukum ekonomi syariah. Memang kedua bidang keilmuan tersebut berimpitan. Bahkan, objek yang dikaji oleh kedua bidang keilmuan tadi adalah objek yang sama, yakni konsepsi dan praktik ekonomi syariah. Kita bisa menyebutkan, misalnya: jual beli, kerja sama, sewa-menyewa, hutang-piutang, saham, obligasi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan sebagaimana. Nah, lalu apa beda di antara ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah? Kuy kita bahas. Pertama, rumpun keilmuan . Ekonomi syariah berasal dari rumpun keilmuan ekonomi. Oleh sebab itu, instrumen analisis dalam riset-riset ekonomi syariah adalah instrumen e...

Salat Tarawih ala Ahlus Sunnah wal Jamaah

oleh KH Ali Maksum Kendati terdapat silang pendapat di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, ada hal yang tidak boleh diingkari. Yakni bahwa bagi kita, kalangan Syafiiyah, dan bahkan di seluruh mazhab Alhus Sunnah wal Jamaah, salat tarawih berjumlah dua puluh rakaat. Salat tarawih dihukumi sunnah ‘ain muakkad bagi laki-laki ataupun perempuan. Ini menurut kalangan Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan Maliki. Bagi kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah, melaksanakan tarawih secara berjamaah dihukumi sunnah ‘ain . Sedang menurut kalangan Malikiah, pelaksanaan secara berjamaah hukumnya sunnah. Bagi kalangan Hanafiyah, jamaah di sini dihukumi sunnah kifayah bagi sebuah komunitas. Artinya, jika sebagian dari mereka menjalankannya secara berjamaah, maka tuntutan sunnah sudah gugur bagi sebagian yang lain. Para imam mazhab menetapkan hukum sunnah ini berdasarkan pada tindakan Nabi saw. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw. keluar di tengah-tengah malam pada bulan Ramad...

Membedakan Hukum Islam, Syariah, Fikih, dan Kanun (Reblog)

Di kalangan masyarakat umum, ada tiga istilah dalam tradisi Islam yang seringkali dipahami secara rancu. Ketiga istilah ini adalah hukum Islam, syariah, dan fikih. Ada kalanya orang menyebut hukum Islam, tetapi yang ia maksud adalah fikih. Ada pula orang yang menggunakan istilah syariah tetapi yang ia maksud adalah fikih. Padahal ketiganya adalah entitas yang berbeda. Sementara itu, istilah keempat (kanun) jarang disebut oleh masyarakat, kecuali masyarakat Aceh. Dalam penyebutan di kalangan masyarakat Aceh, istilah ini hampir tidak dijumpai persoalan salah pemahaman. Hal ini karena istilah kanun sudah lazim digunakan sesuai dengan konteks yang benar oleh pemerintah dan masyarakat. Syariah Syariah dalam pengertian bahasa adalah jalan setapak, jalan tempat air mengalir, atau jalan menuju mata air. Dalam tradisi kajian Islam, syariat adalah sekumpulan garis besar ajaran Islam yang mengatur peri kehidupan seorang muslim. Karena ia adalah garis besar, maka syariat ini memua...