Skip to main content

Hierarki Pengetahuan dalam Tradisi (Fikih) Islam (1)





Pengetahuan terkait tentang penemuan dan apa yang seseorang ketahui tentang sesuatu hal. Pengetahuan ini dalam berbagai kondisi memiliki urutan hierarki yang masing-masing memiliki peruntukan dan tujuan yang berbeda. Dalam fikih Islam, hierarki ini terkait dengan poin-poin kunci dalam ibadah, muamalah, jinayat, hingga akidah.

Pengetahuan sendiri bisa dihasilkan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling populer dengan belajar melalui media pembelajaran, penalaran, atau pemahaman. Kita juga bisa mendapatkan pengetahuan dengan melihat atau mendengar langsung objek yang bersangkutan. Bisa juga dengan mengalami sendiri apa yang kita ketahui.

Secara berurutan dari yang paling atas atau kuat menuju yang paling bawah atau lemah adalah sebagai berikut: persaksian (asy-syahadah), pengetahuan dengan melihat atau mendengar (‘ilm bi ru’yah aw sam’ah), pengetahuan konon katanya (‘ilm min qîl wa qâl), praduga (adz-dzann), keraguan (as-syakk), waham (al-wahm), bodoh biasa (al-jahl al-basith), dan bodoh kuadrat (al-jahl al-murakkab). 



Persaksian (Syahadah)
Syahadah adalah pengetahuan yang paling kuat dan sempurna. Dalam konteks ini, seseorang mengalami sendiri suatu peristiwa. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri dengan jelas. Ia juga mendengar dengan telinganya sendiri secara jelas tanpa penghalang. Lalu ini yang paling penting, ia memahami dengan benar-benar konteks peristiwa atau objek tersebut. Persaksian adalah pengetahuan yang bersifat empiris dan diperoleh langsung dari objeknya.

Pengetahuan yang sempurna ini bisa dijadikan acuan dan rujukan serta pertimbangan penting dalam penentuan berbagai peristiwa hukum. Misalnya peristiwa perkawinan, transaksi muamalat, tindak pidana, perzinahan, dan semacamnya. Perkawinan adalah peristiwa penting terkait kelangsungan hidup manusia. Maka hanya orang yang tahu betul kedua calon mempelai yang bisa menjadi saksi.

Tindak pidana tentu menuntut hakim untuk mempertimbangkan dan akhirnya memutuskan apakah pidana akan dijatuhkan atau tidak. Lantaran pidana akan sangat menyakitkan dan merugikan secara psikis, fisik, waktu, tenaga, energi, bahkan nyawa terdakwa, maka pidana hanya akan dijatuhkan kepada orang yang benar-benar terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa dialah pelakunya.

Persoalannya adalah, hakim tidak hadir atau menyaksikan peristiwa tersebut secara langsung. Maka kehadiran saksi di sini menjadi kunci. Dialah orang yang tahu bagaimana tindak pidana tersebut terjadi. Dia tahu siapa korbannya dan siapa pelakunya. Mengingat betapa penting persaksian ini, maka seorang saksi harus memberikan keterangan di muka pengadilan secara langsung, tidak boleh diwakilkan kepada siapa pun.

Mengingat betapa krusialnya informasi dari saksi tersebut, maka sebelum ia memberikan persaksian, saksi harus diambil sumpah terlebih dahulu. Jangan sampai ia memberikan informasi yang salah atau keliru. Jika ia sengaja memberikan keterangan palsu, maka ia bisa dipidana juga. Dan mengingat persaksiannya bisa merugikan terdakwa bahkan bisa membuat nyawa terdakwa melayang, maka saksi harus dilindungi.

Dalam delik perzinahan yang ancamannya adalah pidana rajam, misalnya, saksi harus melihat dengan mata kepalanya sendiri secara jelas dan meyakinkan bahwa terdakwa melakukan persetubuhan dengan memasukkan kelamin lelaki ke kelamin perempuan. Dan tidak hanya itu. Jumlah saksi yang dibutuhkan haruslah empat orang saksi.

Saksi ini pun harus orang yang dewasa, berakal sehat, sehat penginderaannya, serta bebas dari afiliasi atau tumpang tindih kepentingan terhadap terdakwa yang bisa membuat persaksiannya menjadi bergeser dari apa yang sebetulnya terjadi.

Dalam konteks perkawinan atau muamalah lain juga demikian halnya. Saksi harus paham betul apa yang sesungguhnya yang telah, sedang, dan akan terjadi. Ia harus paham betul siapa pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut, juga peran dan posisi masing-masing, serta hak dan tanggung jawab masing-masing pihak.

Kalau diberi skala, syahadah menempati posisi 100 dari 100 skala. 

Dalam konteks tauhid, kunci masuk Islam adalah syahadah. Bersaksi, mengalami sendiri, mendengar sendiri, melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tiada Tuhan selain Allah, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jadi tidak sekadar melafalkan syahadat, tetapi melakoni syahadat. 

Jika begini, sudahkah kita bersyahadat? :)



Hasil Penglihatan atau Pendengaran
Sebelumnya, persaksian melibatkan seluruh diri beserta keseluruh indera secara utuh-seluruh untuk mencerap informasi secara utuh-seluruh. Lalu bagaimana jika pengetahuan yang didapat bersumber dari hanya satu atau dua panca indera saja? Tentu kualitasnya akan berada di bawah persaksian. Karena bisa saja informasi yang didapatkan tidak utuh, bias, timpang, atau lepas dari konteks yang melingkupinya. Hal-hal semacam ini sangat mungkin terjadi.

Contohnya jika informasi terkait peristiwa perzinahan, misalnya, Si A hanya mendengarkan suara orang berzina di ruang sebelah tetapi ia tidak bisa melihat tindakan tersebut lantaran ruang sebelah lampu padam nan gelap gulita. Dalam kondisi semacam ini, boleh jadi pendengaran Si A mendekati kebenaran. Tetapi ia tidak bisa memastikan siapa para pelaku perzinahan, meskipun ia yakin bahwa telah terjadi tindak pidana perzinahan dan meskipun ia bisa menduga siapa pelakunya jika ia mengenal suaranya.

Dalam konteks fikih, informasi semacam ini tidak bisa dijadikan alat bukti di meja hijau lantaran masih mengandung kemungkinan adanya kesalahan atau kekeliruan. Bisa jadi yang ia dengarkan hanyalah rekaman suara orang yang entah siapa melalui media mp3 player, misalnya. Bisa jadi pula itu adalah adegan di sebuah film yang diputar di komputer namun monitornya mati. Sebab itu, informasi audial semacam ini tidak bisa dijadikan saksi kunci, melainkan harus disokong dengan informan atau alat bukti visual yang terkait.

Meskipun demikian, informasi semacam ini bernilai cukup tinggi. Kalau diberi nilai, maka ia mendapatkan nilai 90-99 dari skala 100.

Jika banyak informasi yang sepenggal-penggal ini dikumpul maka akan membentuk mozaik informasi yang utuh. Apalagi mayoritas informasi yang beredar di kalangan masyarakat biasanya lebih banyak yang semacam ini ketimbang informasi pada level pertama di atas. Sementara masyarakat diharuskan mengambil sikap terhadap satu peristiwa, maka yang harus dilakukan adalah menemukan titik sambung di antara berbagai kepingan informasi tersebut seraya ketat melakukan verifikasi terhadap masing-masing keping informasi.

Hanya saja, kerendahhatian sangat dibutuhkan di sini untuk menerima kenyataan yang barangkali nantinya tidak sesuai dengan persepsi yang kita bangun berdasar informasi milik kita. Karena boleh jadi, terhadap satu peristiwa yang sama akan muncul berbagai informasi yang berbeda lantaran perbedaan perspektif dan sudut pandang yang digunakan oleh berbagai informan. Sebab itu, modus kritis sangat perlu dihidupkan dalam konteks ini. 

Bersambung... []



Tulisan ini adalah hasil pengembangan dari inspirasi yang muncul di sela-sela diskusi seru di kelas Fathul Qarib PP Ali Maksum kompleks GP Krapyak Yogyakarta, awal Maret 2016. Tulisan ini akan diturunkan ke dalam beberapa bagian.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Aku Ingin Jogja (Kembali) Berhati Nyaman

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu Nikmati bersama suasana Jogja. Kla Project,  Yogyakarta. Lirik lagu legendaris ini sering terngiang di telinga. Dahulu sekali, sekitar lima belas tahun lalu, saat itu saya masih sekolah di kampung halaman di Lampung Tengah. Saya sempat membayangkan bagaimana ya kalau saya bisa sekolah di Jawa, pasti keren. Apalagi bisa sekolah di Jogja, gudangnya orang pinter. Punya banyak teman yang pinter-pinter. Bisa jalan-jalan. Ah asyiknya.... Empat tahun kemudian, saya berkesempatan melanjutkan studi di Fak. Syariah IAIN Walisongo Semarang. Senang sekali rasanya bisa menjadi mahasiswa dan bisa studi lanjut di Jawa. Bagi warga kampung kami, itu sangat keren. Saat itu, selesai mengikuti orientasi mahasiswa baru diwajibkan untuk ikut  study tour . Dan.. yolla. Tujuannya adalah Jogja. Septe...

Mbah Syam dan Santrinya

Suatu hari di tahun 1970-an, seorang santri sedang bersih-bersih halaman pondok. Tiba-tiba Mbah Syam membuka jendela dan memanggilnya.  "Kang Yasir..." "Njih dalem..." Ia segera menuju jendela itu. Mbah Syam mengulurkan tangannya. "Iki ono titipan soko ibumu." Kang Yasir kaget. Kapan Ibu datang ke pondok? Mengapa ia tidak tahu? "Nganu... Aku wingi bar ko omahmu.", kata Mbah Syam. Kang Yasir tambah kaget. "Wingi aku bar ngeterke Baedlowi ke Surabaya. Mulihe mampir Ngawi, neng omahmu.", tambah Mbah Syam. "Oh... Pripun kabare Ibu?" "Alhamdulillah sehat kabeh. Kangmu yo sehat." "Alhamdulillah... Matur nuwun." "Yo... Podo-podo." *** Sehari sebelumnya di Ngawi. Mbah Syam menelusuri desa, mencari rumah Kang Yasir. Ia mengucapkan salam, tak ada jawaban. Ia menunggu sejenak.  Kemudian seorang Ibu agak sepuh keluar rumah dan menyapanya. "Sinten nggih?..." "Aku koncone Yasir. Omahku cedak nggo...

Perbedaan antara Prodi Ekonomi Syariah dan Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HESy) Muamalah

Muhamad Nasrudin, MH Banyak mahasiswa yang kesulitan dalam merumuskan permasalahan bidang hukum ekonomi syariah, terutama saat hendak mengajukan proposal skripsi ke Jurusan.  Salah satu kesulitan yang dihadapi mahasiswa adalah pemilahan antara hukum ekonomi syariah dengan ekonomi syariah. Banyak draf proposal yang diajukan justru berada pada bidang keilmuan ekonomi syariah, alih-alih hukum ekonomi syariah. Memang kedua bidang keilmuan tersebut berimpitan. Bahkan, objek yang dikaji oleh kedua bidang keilmuan tadi adalah objek yang sama, yakni konsepsi dan praktik ekonomi syariah. Kita bisa menyebutkan, misalnya: jual beli, kerja sama, sewa-menyewa, hutang-piutang, saham, obligasi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan sebagaimana. Nah, lalu apa beda di antara ekonomi syariah dan hukum ekonomi syariah? Kuy kita bahas. Pertama, rumpun keilmuan . Ekonomi syariah berasal dari rumpun keilmuan ekonomi. Oleh sebab itu, instrumen analisis dalam riset-riset ekonomi syariah adalah instrumen e...

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Prinsip Dasar Wasiat dalam Waris Islam

Wasiat dan waris adalah dua hal yang bertalian. Keduanya sama-sama melibatkan orang yang meninggal dunia dan harta peninggalannya. Wasiat sebetulnya identik dengan hibah atau hadiah, tetapi ada perbedaan mendasar. Hibah dan hadiah adalah pemberian yang ditunaikan saat itu juga.  Sementara itu, wasiat adalah pemberian sesuatu kepada seseorang atau lembaga yang eksekusinya dilakukan setelah si pewasiat meninggal dunia. Dan ketika wasiat ini terkait dengan harta si mayit, maka ia bertalian dengan hukum waris. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini. Pertama, bahwa wasiat adalah hak si mayit atas harta yang ia miliki. Artinya, wasiat ini tidak bisa diabaikan atau dibatalkan oleh siapa pun, sepanjang tidak ada alasan syar'i.  Jika misalnya, harta yang diwasiatkan ternyata tidak pernah dan tidak akan ada, atau tujuan wasiat untuk hal yang bertentangan dengan syariat, maka wasiat ini bisa dibatalkan. Kedua, bahwa bagian atau nisbah waris ...

Media Bersuci dalam Fikih (2-habis)

Pada tulisan sebelumnya kita sudah membincang tiga mediabersuci yakni air, debu, dan batu dengan berbagai kriteria dan prosedurpemanfaatannya . Ketiga yang pertama tadi merupakan media yang lazim digunakan oleh hampir seluruh umat Islam. Sementara itu, dua media bersuci yang akan dibahas dalam artikel ini relatif jarang digunakan. Kedua terakhir ini bukanlah sebuah benda, melainkan proses. Ada dua proses yang bisa membuat satu benda najis menjadi suci yakni penyamakan dan perubahan khamr menjadi cuka. Penyamakan Secara prinsip syariat, seluruh bangkai diberi status najis. Bangkai adalah seluruh binatang yang halal dimakan tapi mati tanpa melalui prosedur penyembelihan secara syar’iy. Ketentuan ini mencakup pula binatang yang haram dimakan meskipun disembelih secara syari. Ketentuan ini mengecualikan dua jenis binatang: (i) binatang yang hanya bisa hidup di air dan (ii) binatang darat yang dalam tubuhnya tidak terdapat darah merah yang kasat mata dan mengalir. Maka bangk...