Skip to main content

Editorial Majalah Justisia 31/2007 Jebakan Politisasi Agama


TITIK BALIK DEMOKRASI

Dulu, reformasi sempat digadang-gadang sebagai gerbang bagi terciptanya civil society yang demokratis, egaliter, dan terbuka. Sehingga, kebebasan berekspresi bagi segenap tumpah darah Indonesia, sebagaimana makna kemerdekaan bagi Sutan Syahrir bisa mewujud.

Kini, Reformasi telah bergulir hampir satu dekade. Benarkah reformasi berjalan sesuai cita-cita awal? Sekali-kali tidak! Enam poin agenda reformasi tak satupun terselenggara, mulai dari penghapusan dwifungsi ABRI, pengadilan atas Soeharto dan kroninya, pengembalian kedaulatan rakyat, pembubaran Golkar, dan perubahan paket UU politik.

Yang paling mengenaskan, demokratisasi yang dicitakan justru ditelikung oleh para politisi Reformasi. Mereka memutar balik arus demokratisasi dan menyumbatnya. Politik dominasi golongan menjadi trend. Sebuah pola politik yang meneguhkan dominasi kelompok atas liyan. Sebentuk politik yang sama sekali berseberangan dengan demokrasi yang egaliter.

Para politisi ini mengusung isu penerapan (tepatnya, positifisasi atau formalisasi) Syariat Islam —istilah yang mereka pahami secara keliru. Mereka memperjuangkan Islam sebagai asas Negara. Mereka menuntut kepastian jaminan formalisasi syariat Islam secara eksplisit dalam konstitusi. Maka, diusunglah isu pengembalian Piagam Jakarta ke dalam tubuh UUD ‘45 pada beberapa sidang paripurna MPR RI.

Tatkala agenda besar itu terganjal, perjuangan positifisasi Syariat Islam lantas bergeser ke daerah-daerah. Beberapa daerah mencoba mempositifkan Syariat Islam lewat beragam Peraturan Daerah, Surat Keputusan/Surat Edaran walikota/bupati, atau masih dalam bentuk raperda.

Adalah benar, positifisasi peraturan tersebut telah melalui mekanisme legislasi di tingkat lokal. Tapi, perlu diingat, spirit yang diusung tetap saja berkebalikan arah dengan spirit demokratisasi Reformasi.

Positifisasi perda bernuansa Syariat Islam ini jelas bisa memicu politisi lain untuk memunculkan perda berbasis agama lain. Terbukti, di Wamena mucul Raperda Kota Injil. Nah, sekarang giliran politisi yang getol mengusung Syariat Islam protes.

Sudah selayaknya, kita mengingat sejarah. Meminjam ungkapan Gus Dur, NKRI berdiri sebagai jawaban atas pandangan sinis penjajah VOC yang menyangsikan kemampuan bangsa kita untuk membangun negara bersatu. Karena, selama ini, VOC selalu berhasil menerapkan politik devide at ampere, adu domba hingga bisa bercokol selama lebih dari 350 tahun.

Selayaknya, para politisi meneladani sikap negarawan seperti yang ditampilkan Soekarno dan Hatta. Keduanya merelakan Negara yang baru berdiri ini berasaskan Pancasila, bukan Islam. Semua itu dilakukan demi kemaslahatan yang lebih besar, seluruh bangsa Indonesia. Bukankah tatkala kita dihadapkan pada dua dharurat (urgensitas) kita diharuskan memilih yang paling urgen?

Kita juga mesti ingat, tujuan Syariat Islam—sebagaimana disinggung Ibn Araby— adalah limashâlihil ibâd, demi kemaslahatan semua Hamba Tuhan, tidak hanya umat Islam. Jadi, ketika posifisasi Syariat Islam justru membawa madharat (pengaruh negatif), maka itu perlu dihindari sebagaimana kaedah ushuliyah, ad-dhararu yuzâlu, kemudahratan harus dihilangkan.

Terlebih, yang justru mengemuka, formalisasi Syariat Islam tak lebih sekedar alat bagi para politisi untuk meraih simpati konstituen yang mayoritas Islam. Bila demikian, mari kita membaca istighfar berjamaah.

Bila kita tengok sejarah Islam, Nabi SAW tidak pernah menjadikan Islam sebagai asas Negara Madinah secara eksplisit. Kendati demikian, Nabi mampu menjadi pemimpin yang baik dan disegani justru dengan berlaku adil-egaliter terhadap semua rakyat Madinah, bukan karena Nabi memperjuangkan Syariat Islam lewat jalur politik kekuasaan.

Islam kemudian diterima, tidak hanya oleh rakyat Madinah, tapi oleh hampir seluruh rakyat Jazirah Arabia. Hal ini terjadi justru lantaran keluhuran akhlak umat Islam yang menghargai nonmuslim. Bukan dengan pemaksaan Islam sebagai dasar Negara.

Bukankah Nabi sendiri bersabda, Innamâ bu’itstu li utammima makârima al-akhlâq. Sungguh!, saya diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak. Dan khoirukum anfa’ukum lin nâs. Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, tidak hanya bagi umat Islam semata! Allahu a’lam.

Comments

Anonymous said…
nice artikel, btw pripun kabare mas nas?wah dangu banget mboten silaturahim sama jenengan, aku memang jarang ngenet akhir2 ini soalnya lagi konsen ke ujain biar hasilnya bagus dan cepet pulang, hehe,em..tentang artikel..bagus banget argument jenengan cuma aku rada bingung ketika pertama membaca judulnya kemudian membaca penjelasan dibawahnya, seperti terjadi semacam distorsi permasalahan dari demokrasi ke positifisasi syariah islam, meskipun ketika kita membahas salah satu dari keduanya pasti tidak akan bisa lari jauh dari yang satunya. intinya seandainya point utama yang ingin dibahas mas nas adalah tentang demokrasi maka saya kok seperti rada kesulitan menemukan key wordnya dalam artikel jenengan, but btw ini hanya sebuah pendapat, terus berkarya.....salam
Unknown said…
Assalamu 'alaikum warohmatullahi wabarokatuh, YG sy tw, islam itu rahmatan lil alamin, tdklah memudharatkan siapapun, tentang demokrasi ada yg bilang sing gedhe di emuk2 (di puja2), sing cilik di kerasi. Pak Munarman bilang kalau demokrasinya kaum nudis apa jadinya, apa sampean mau disuruh telanjang di muka umum. Mari kita liat segala sesuatu dari akar sampai pucuknya.dari pendirinya, sponsornya sampai pendukungnya. Tentang ahmadiyah menurut pandangan saya, di launcing oleh ahli fikir yg kontra islam dengan meniru dan membelokkan ajaran islam. Tentang umat ahmadiyah menurut pandangan saya, mereka salah pilih keyakinan religius. Karena keterbatasan, orang indonesia yg tinggal di indonesia hanya pukul2 an dgn umat ahmadiyah. Contoh lainnya adalah polisi indonesia yg tinggal di indonesia hanya mampu merazia miras di toko2 dan kios2. Dan tidak mampu menghentikan produksi mansion house, vodka yg pabriknya di tangerang jabar, Tangerang ini relatif dekat dgn markas kepolisian republik indonesia. Janganlah kita ikuti tokoh besar (kepala) seperti gus popeye atau tokoh yg suka oplosan (demokrasi + agama). Banggalah kita sebagai umat islam yg berdomisili dan ber KTP Indonesia. Marilah kita beramal dengan mengikuti petunjuk yg tersurat dan tersirat di Al Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW, jangan beramal mengikuti pesan sponsor. Sekian dulu, semoga bermanfaat bagi kita semua, amin. Wassalamu 'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya

Gaul Iya, Paham Islam Juga

"Ma...ma...af, sa...ya...nggak tahu, Pak" Jawaban grogi seperti itulah barangkali yang kamu berikan kala ditanya gurumu: Apakah zakat itu? Gimana menyalurkannya? Mengapa kita musti beribadah? Apa sajakah ibadah itu? Dan seterusnya. Dan sebagainya. Ataukah dengan pedenya kamu tetep ngejawab atas ketidaktahuanmu? Janganlah yaw! Malu-maluin... Pertanyaannya kemudian, kenapa kita tidak tahu, padahal kita mengaku muslim sejati? Hayo... Kenapa? Mungkin, di antara kamu ada yang ngejawab, "Nggak ada waktu untuk belajar agama." Atau, "Mata pelajaran agama di sekolah ngebosenin, monoton, dan gurunya killer abis". Boleh jadi yang disampaikan di sekolah atau pengajian saat bicara agama pasti mengarah ke surga atau neraka. Iya, kalau kita punya tabungan banyak ibadah karena ngerti caranya, kita bisa pegang tiket ke surga. Lha kalau kita banyak dosa? Atau, kita tidak shalat misalnya dengan alasan aneh: karena tidak bisa. Apa tidak repot? Belum lagi jika belajar a...

Menggugat keadilan dalam poligami

DALAM perkawinan kebahagiaan adalah tujuan utama. Namun, kata pepatah, jalan tak selamanya bertabur bunga. Ada kalanya bertabur kerikil tajam, duri di jalan. Salah satu problem yang kadang dihadapi adalah belum adanya keturunan. Dunia terasa hambar. Karena anak tak sekedar calon penerus gen. Ia adalah cahaya dan perekat keluarga. Sebuah artikel anonim yang penulis temukan di mesin Google menuturkan. "Bila sang buah hati belum hadir, cintailah pasanganmu 100 persen". Ini teorinya. Tapi, boleh jadi hasrat menimang putera jauh lebih hebat. Hingga tak jarang, biduk keluarga retak dan terancam kelangsungannya. Problem ini menjadi salah satu dari tiga alasan pengadilan membuka pintu poligami dalam UU No. 1/1971 tentang Perkawinan (UUP) pasal 4 ayat (2). Problem lain adalah istri tidak dapat menjalankan kewajiban; dan istri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak bisa disembuhkan. Poligami ini demi keutuhan rumah tangga. Syarat adil Seorang lelaki yang hendak mengajuka...

Doa Memulai Pengajian Al-Quran, Ilahana Yassir Lana

Berikut ini adalah doa yang biasa dibaca sebelum memulai mengaji al-Quran.  Ilaahana yassir lanaa umuuronaaa 2 x Min diininaaa wa dun-yaanaaa 2 x Yaa fattaahu yaa aliim 2 x Iftah quluubanaa 'alaa tilaawatil qur'aan 2 x Waftah quluubanaa alaa ta'allumil 'uluum 2x

Ringkasan Hasil-hasil Muktamar NU ke-33 di Jombang

بسم الله الرحمن الرحيم A. KOMISI BAHTSUL MASA`IL DINIYAH WAQI’IYYAH 1. Hukum mengingkari janji bagi pemimpin pemerintahan. Pertanyaan: 1) Bagaimana status hukum janji yang disampaikan oleh pemimpin pada saat pencalonan untuk menjadi pejabat publik, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif? 2) Bagaimana hukum mengingkari janji-janji tersebut? 3) Bagaimana hukum tidak menaati pemimpin yang tidak menepati janji? Jawaban: 1) Status janji yang disampaikan oleh calon pemimpin pemerintahan/pejabat publik, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dalam istilah Fiqh, ada yang masuk dalam kategori al-wa’du (memberikan harapan baik) dan ada yang masuk dalam kategori al-‘ahdu (memberi komitmen). Adapun hukumnya diperinci sebagai berikut: Apabila janji itu berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai pemimpin rakyat, baik yang berkaitan dengan program maupun pengalokasian dana pemerintah, sedang ia menduga kuat bakal mampu merealisasikannya maka hukumnya mubah (boleh). Sebaliknya,...

Media Bersuci dalam Fikih (1)

Bersuci dalam fikih membutuhkan media yang digunakan sebagai alat untuk bersih-bersih. Media di sini adalah alat yang oleh syariat diberi status sebagai alat bersuci. Lagi-lagi kata kuncinya adalah status yang diberikan oleh syariat. Sehingga tidak mesti benda yang digunakan untuk bersuci adalah benda yang benar-benar bersih jika dilihat menggunakan kaca mata non-syariat. Ada lima media yang bisa digunakan untuk bersuci. Lima media tersebut adalah air, debu, batu, proses penyamakan, dan proses arak menjadi cuka. Masing-masing memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi. Kelimanya juga memiliki peruntukan yang khusus dalam bersuci. Air digunakan untuk berwudhu, mandi, dan istinja. Debu untuk tayamum sebagai ganti mandi atau wudhu. Batu untuk beristinja saja. Proses penyamakan untuk menyamak kulit bangkai. Proses menjadi cuka untuk arak. Air untuk Bersuci Air Mutlak. Air adalah media primer yang bisa digunakan untuk nyaris semua proses bersuci, baik bersuci dari hadats...