Skip to main content

Apa Saja yang Membatalkan Puasa?



Sebagaimana dibahas pada tulisan sebelumnya, bahwa rukunpuasa ada dua: niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai terbit fajar shadiq sampai terbenam matahari. Pertanyaannya sekarang apa saja yang bisa membatalkan puasa? Sebagian besar kita pasti akan menjawab: makan dan minum.

Jawaban ini tentu saja benar.

Namun demikian, makan dan minum hanyalah sebagian kecil dari frame besar perkara yang membatalkan puasa. Apa frame besarnya? Masuknya segala benda ke dalam tubuh melalui lubang yang bersifat menerus ke dalam tubuh. Ini yang pertama.

Puasa menjadi batal, baik masuknya benda tersebut terjadi lantaran upaya sendiri atau upaya dari pihak lain asal seizin orang yang berpuasa tersebut. Hal ini berbeda ketika dalam kondisi ia dipaksa oleh orang lain. Maka puasanya tidak batal.

Kriteria benda yang bisa membatalkan puasa adalah segala benda yang bisa diindera, lebih-lebih memiliki rasa. Udara yang kita hirup untuk bernafas tidak membatalkan puasa, tetapi asap rokok yang dihisap bisa membatalkan puasa. Mengapa? Karena asap rokok bisa kita lihat bentuk dan warnanya. Tambah pula, asap rokok memiliki rasa dan biasa dinikmati.

Puasa menjadi batal ketika benda tersebut masuk ke dalam tubuh melalui lubang. Sama halnya lubang yang bersifat natural atau lubang yang dibuat. Kedua-duanya bisa membatalkan puasa. Lubang natural ini misalnya mulut, hidung, kelamin, dubur, dan telinga.

Sedangkan lubang buatan misalnya dalam kasus seorang yang tidak bisa buang air besar kemudian oleh dokter dibuatkan saluran pembuangan darurat. Memasukkan benda asing ke dalam tubuh melalui lubang-lubang ini membatalkan puasa.

Lubang natural memiliki karakter dan batasan-batasan tertentu, mana yang termasuk “luar” dan mana yang termasuk “dalam”. Kita mulai dari mulut. Rongga mulut dalam kacamata fikih termasuk wilayah luar. Berkumur,menggosok gigi atau bahkan mencicipi makanan tidak membatalkan puasa sepanjang tidak ada benda yang masuk ke dalam kerongkongan.

Lalu apa batasan “organ dalam” bagi mulut? Batasannya adalah makhraj huruf ha’ seperti ucapan alhamdulillah. Tempat keluarnya huruf ha’ di tenggorokan adalah pintu gerbang. Segala yang berada di bawah makhraj tersebut adalah organ dalam dan segala yang di atasnya adalah organ luar. Maka jika ada benda yang masuk ke dalam mulut melampaui batas tersebut, puasa menjadi batal.

Lubang hidung termasuk bagian tubuh luar. Batasnya adalah bagain yang berada di balik tulang keras yang berada sedikit di bawah titik tengah antara kedua mata. Bagian tulang rawan masih termasuk bagian luar dari hidung. Maka jika ada benda asing yang masuk ke dalam tubuh melampaui area tersebut, maka puasanya batal.

Kemudian dalam konteks lubang kemaluan ataupun dubur, segala bagian yang wajib dibersihkan ketika buang hajat masih dianggap sebagai area luar. Adapun selebihnya adalah area dalam. Jika ada benda yang masuk ke dalam area ini maka puasanya menjadi batal. Berbeda ketika ada orang yang menderita sakit wasir. Memasukkan daging yang keluar ke dalam anus kembali tidak membatalkan puasa.

Kedua, berhubungan suami istri secara sengaja. Tidak hanya membatalkan puasa, berhubungan badan menyebabkan pelakunya mendapatkan sanksi yang cukup berat, yakni mengganti satu hari puasa Ramadhan yang batal tersebut dengan berpuasa sebanyak dua bulan berturut-turut. Jika ia tidak mampu, maka ia bisa menggantinya dengan membayar fidyah kepada 60 orang fakir miskin masing-masing 1 mud atau sekira 700 gram bahan makanan pokok.

Ketiga, berupaya melakukan segala sesuatu secara sadar yang berujung pada inzal atau ejakulasi. Status batal puasa ini terjadi baik ia melakukannya seorang diri atau dibantu oleh orang lain. Berbeda dengan batal puasa karena hubungan badan, dalam ejakulasi ini, pelakunya cukup mengganti puasa di lain waktu sesuai jumlah hari yang batal. Satu catatan penting adalah bahwa hal tersebut dilakukan secara sadar. Jika misalnya, ia tidur kemudian mimpi basah, maka puasanya tidak dianggap batal.

Kempat, melakukan segala hal secara sadar dan sengaja yang berujung pada muntah, misalnya memainkan jari di mulut, atau mencium aroma busuk, atau bepergian sehingga mabuk perjalanan. Yang demikian ini membatalkan puasa. Berbeda ketika muntah terjadi lantaran sakit, maka puasanya tidak batal.

Kelima, ini berlaku khusus bagi perempuan, yakni haid, nifas, dan melahirkan (wiladah). Ketiga hal ini menyebabkan seseorang terkena status hadats besar. Lagi pula, salah satu syarat sahnya puasa adalah suci dari ketiga hal ini. Maka puasa menjadi batal ketika salah satu dari tiga hal ini terwujud.

Haid adalah darah rutin bulanan yang keluar dari kemaluan perempuan yang sudah dewasa dalam kondisi sehat. Ini adalah sel telur yang luruh lantaran tidak dibuahi. Proses peluruhan biasanya memakan waktu 7 hari. Waktu terlama adalah 15 hari.

Wiladah adalah persalinan. Yang juga termasuk dalam konteks wiladah adalah keguguran ketika janin yang dilahirkan sudah berbentuk segumpal daging.

Sementara nifas adalah darah yang keluar setelah selesai persalinan. Waktu tersingkatnya adalah sekali keluar. Sedangkan kelazimannya adalah 40 hari. Adapun waktu terlama adalah 60 hari.

Keenam, hilang akal sehat. Salah satu syarat sah puasa adalah berakal sehat. Maka hilangnya akal sehat menyebabkan puasa menjadi batal. Contohnya seperti gila, epilepsi, atau mabuk. Gila adalah kondisi ketika akal sehat benar-benar hilang. Maka meskipun sebentar, gila membatalkan puasa.

Epilepsi menyebabkan kesadaran seseorang tertutup, namun sejatinya akal sehatnya masih ada. Maka epilepsi bisa membatalkan puasa hanya jika ia kambuh sepanjang hari mulai fajar hingga maghrib. Demikian halnya juga mabuk. Jika mabuknya tidak sampai sehari penuh, maka puasanya tidak batal.

Ketujuh, berpindah dari agama Islam. Salah satu syarat sah puasa adalah Islam. Maka nonmuslim tidak sah menunaikan ibadah apa pun, termasuk puasa. Mereka yang murtad ini tetap berkewajiban untuk menjalankan puasa sebagai sanksi atas tindakannya tersebut, meskipun jika ia menunaikannya tidak akan dianggap sah.

Demikianlah tujuh hal yang bisa membatalkan puasa. Jika ketujuh hal ini bisa terjaga dari fajar sampai terbenam matahari, maka puasa seseorang dinilai sah. 

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

=======



M. Nasrudin, MH


Materi ini disampaikan pada program Kodama Berbagi di Radio Istakalisa 96.2 FM tanggal 21 Juni 2016 pukul 16.00-17.00 WIB.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Mukallaf dan Baligh dalam Fikih Islam

Terdapat dua istilah yang seringkali disebut tatkala membincang subjek hukum dalam fikih, yakni mukalaf dan baligh. Kedua istilah ini seringkali dianggap memiliki satu makna yang sama dan bisa saling substitusi. Terkadang seseorang menyebut mukalaf padahal yang dimaksud adalah balig. Ada pula orang lain yang menyebut kata baligh, padahal yang ia maksud adalah mukallaf. Hal yang cukup menggembirakan adalah, pengetahuan masyarakat tentang baligh sudah cukup baik. Warga di kampung kami, misalnya, umumnya memahami baligh sebagai orang yang sudah dewasa. Pengertian ini tidak salah dan sudah mendekati kebenaran. Dalam pandangan fikih, secara tegas baligh adalah kondisi di mana seseorang sudah mencapai usia dewasa secara biologis. Titik tekan dalam fikih ini adalah kedewasaan secara biologis yang lazimnya ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi secara sempurna. Kesempurnaan ini bisa dilihat dari beberapa tanda fisik dan psikis. Bagi perempuan, ovarium sudah bisa memproduksi sel tel...

Media Bersuci dalam Fikih (2-habis)

Pada tulisan sebelumnya kita sudah membincang tiga mediabersuci yakni air, debu, dan batu dengan berbagai kriteria dan prosedurpemanfaatannya . Ketiga yang pertama tadi merupakan media yang lazim digunakan oleh hampir seluruh umat Islam. Sementara itu, dua media bersuci yang akan dibahas dalam artikel ini relatif jarang digunakan. Kedua terakhir ini bukanlah sebuah benda, melainkan proses. Ada dua proses yang bisa membuat satu benda najis menjadi suci yakni penyamakan dan perubahan khamr menjadi cuka. Penyamakan Secara prinsip syariat, seluruh bangkai diberi status najis. Bangkai adalah seluruh binatang yang halal dimakan tapi mati tanpa melalui prosedur penyembelihan secara syar’iy. Ketentuan ini mencakup pula binatang yang haram dimakan meskipun disembelih secara syari. Ketentuan ini mengecualikan dua jenis binatang: (i) binatang yang hanya bisa hidup di air dan (ii) binatang darat yang dalam tubuhnya tidak terdapat darah merah yang kasat mata dan mengalir. Maka bangk...

Mars dan Hymne IAIN Metro

Mars IAIN Metro Jayalah IAIN Metro Tegap menuju masa depan Tak gentar bersaing tunjukkan kearifan Di bumi persada Kembangkan ajaran Islam Tekuni ilmu dan teknologi Peduli harmoni menjadi jati diri Cita-cita mandiri Marilah seluruh civitas akademika Membaca dan berkarya Menjadi generasi intelektual bangsa Berakhlak mulia Majulah IAIN Metro Majulah civitas akademika Membangun generasi bertakwa pada Ilahi Berkhidmat untuk negeri 2x Jayalah jayalah IAIN Metro ***** HYMNE IAIN Metro Di gerbang Sumatera Lampung tercinta IAIN Metro berada Tempat kami berjuang Tempat kami mengabdi Berbakti pada Ilahi Melangkah dengan Iman dan Taqwa Mengabdi pada bangsa dan negara Di bumi pertiwi kami berpijak Bernaung atas RidhoNYA Syukur dan harapan slalu kami panjatkan Untuk kejayaan Islam rahmat alam semesta Ilmu dan iman menjadi landasan Membangun generasi Indonesia Jaya

Aswaja: Dari Mazhab Menuju Manhaj

Aswaja: Sebuah Penelusuran Historis Aswaja (Ahlussunnah wal Jamaah) adalah satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran keislaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat. Kematian Utsman bin Affan, khalifah ke-3, menyulut berbagai reaksi. Utamanya, karena ia terbunuh, tidak dalam peperangan. Hal ini memantik semangat banyak kalangan untuk menuntut Imam Ali KW, pengganti Utsman untuk bertanggung jawab. Terlebih, sang pembunuh, yang ternyata masih berhubungan darah dengan Ali, tidak segera mendapat hukuman setimpal. Muawiyah bin Abu Sofyan, Aisyah, dan Abdulah bin Thalhah, serta Amr b...

Belajar dari Isra' Miraj

PERCAYA atau ingkar. Hanya ada dua pilihan yang tersedia kala Muhammad SAW berniat mempublikasikan perjalanan jauhnya malam itu. Umm Hani" Hindun, puteri Abu Thalib melarang Muhammad SAW bercerita hal itu kepada siapa pun. Karena, perjalanan itu melampaui batas kecepatan roda transportasi abad ke-7 bahkan hingga kini. Banyak sahabat berpaling. Banyak pula yang bertahan. Abu Bakar sempat beroleh predikat ash-Shiddiq (yang percaya) lantaran percaya 100 persen dengan cerita Muhammad SAW. Bagi umat Islam, ini adalah ujian keimanan. Publik terbelah menjadi dua sisi diametral, berhadaphadapan. Quraysh Shihab dalam "Membumikan Alquran" menambahkan, cara paling aman menghadapi Isra Miraj adalah dengan mengimaninya begitu saja. Di tanah air, ada tradisi mempeingati Isra Miraj yang biasanya berwujud pengajian yang tahun ini bertepatan dengan 30 Juli. Peristiwa menggemparkan ini terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum Muhamad SAW hijrah ke Yatsrib. Pada masa ini, Muhamad SAW sedang ...

Prinsip Dasar Wasiat dalam Waris Islam

Wasiat dan waris adalah dua hal yang bertalian. Keduanya sama-sama melibatkan orang yang meninggal dunia dan harta peninggalannya. Wasiat sebetulnya identik dengan hibah atau hadiah, tetapi ada perbedaan mendasar. Hibah dan hadiah adalah pemberian yang ditunaikan saat itu juga.  Sementara itu, wasiat adalah pemberian sesuatu kepada seseorang atau lembaga yang eksekusinya dilakukan setelah si pewasiat meninggal dunia. Dan ketika wasiat ini terkait dengan harta si mayit, maka ia bertalian dengan hukum waris. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini. Pertama, bahwa wasiat adalah hak si mayit atas harta yang ia miliki. Artinya, wasiat ini tidak bisa diabaikan atau dibatalkan oleh siapa pun, sepanjang tidak ada alasan syar'i.  Jika misalnya, harta yang diwasiatkan ternyata tidak pernah dan tidak akan ada, atau tujuan wasiat untuk hal yang bertentangan dengan syariat, maka wasiat ini bisa dibatalkan. Kedua, bahwa bagian atau nisbah waris ...

Kondisi Darurat dalam Tayamum

Tayamum dalam fikih dikenal sebagai salah satu alternatif dalam bersuci. Ia menjadi ganti bagi mandi dan wudhu dalam kondisi tidak ada air atau ketika ada halangan yang menyebabkan seseorang tidak bisa menggunakan air. Tayamum memanfaatkan debu sebagai media bersuci sebagai ganti dari air. Penggunaan debu ini adalah kekhususan yang diberikan kepada syariat Nabi Muhammad saw. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah fungsi dasar tayamum sebetulnya tidak bisa digunakan untuk mensucikan diri dari hadats (kecil). Setelah bertayamum sekalipun, status seseorang masih dalam kondisi hadats. Posisi tayamum hanyalah sebagai media untuk mendapatkan dispensasi sehingga seseorang bisa menjalankan ibadah yang mensyaratkan status suci dari hadats besar dan/atau kecil, semisal salat, tawaf, menyentuh mushaf, sujud tilawah, dan sebangsanya. Sebagai alternatif yang berisifat darurat, maka kondisi darurat harus benar-benar terwujud sebelum seseorang bertayamum. Bahkan dalam kondisi tidak a...